Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Ridwan Djamaluddin menyatakan perusahaan-perusahaan tambang timah siap apabila Presiden Joko Widodo mau menghentikan ekspor dan melakukan hilirisasi pada komoditas tersebut.
Ridwan menjelaskan investasi untuk hilirisasi timah sendiri sudah mulai dipersiapkan oleh para pengusaha. Menurutnya, investasi untuk hilirisasi timah setidaknya untuk menjadi timah solder dinilai mudah dilakukan.
Investasi tidak terlalu mahal hanya sekitar miliaran. Kemudian, pembuatan fasilitas hilirisasinya pun tak membutuhkan waktu lama, cuma sekitar 2 tahun saja.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pada dasarnya perusahaan-perusahaan siap, kita juga sudah keluar dengan angka-angka. Misalnya untuk investasi di timah solder butuh sekian ratus miliar nggak sampai T-T-an (triliun-triliunan) lah, nggak besar-besar amat," ujar Ridwan ditemui di Kantor Kemenko Marves, Jakarta Pusat, Jumat (3/3/2023).
Dia mencontohkan satu fasilitas pemurnian ingot timah menjadi timah solder hanya butuh waktu pembangunan selama 2 tahun. Investasinya hanya sekitar Rp 300-400 miliar.
"Butuh waktu membangun kurang lebih 2 tahun, artinya kita tahu lah, oke, kita butuh uang misalnya Rp 300-400 miliar jangka waktu pembangunan 2 tahun. Jadi angka-angka seperti itu juga sudah keluar dari kajian teknis dari tim yang kita bentuk antara kementerian dan melibatkan juga perusahaan-perusahaan dan asosiasi," papar Ridwan.
Ridwan melanjutkan untuk larangan ekspor timah sendiri masih dikaji pemerintah. Kapan kebijakan ini berlaku, dia pun belum tahu, semua menunggu keputusan Presiden Joko Widodo.
"Larangan saya nggak tahu kapan, itu (wewenang) Presiden," kata Ridwan.
Timah sendiri menjadi salah satu komoditas tambang yang direncanakan akan disetop ekspor oleh Presiden Jokowi. Dalam berbagai kesempatan, Jokowi berkali-kali menyebut timah bakal dilarang ekspor menyusul nikel yang sudah dilarang ekspor sejak 2020, dan bauksit yang mulai dilarang ekspor tahun ini.
Kementerian ESDM sendiri sebelumnya menyatakan sampai membentuk 'tim' untuk mengantisipasi kebijakan tersebut. Ridwan pernah mengatakan, kelompok kerja telah dibentuk sejak 6 bulan lalu untuk mengantisipasi kebijakan larangan ekspor timah.
"Sejak kurang lebih 6 bulan lalu kami di ESDM telah membentuk kelompok kerja untuk mengantisipasi kebijakan larangan ekspor logam timah ini," katanya dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi VII di Jakarta, Senin (1/2/2023) yang lalu.
(hal/zlf)