Anggota Komisi VII DPR RI Fraksi Gerindra Bambang Haryadi mengungkapkan, adanya informasi bahwa ada sebanyak 20% saham PT Vale Indonesia yang seharusnya didivestasikan alias dilepaskan kepada perusahaan domestik justru dilepaskan kepada perusahaan 'palsu'.
Hal ini selaras dengan rencana divestasi sebanyak 51% saham Vale ke pasar domestik Indonesia. Namun dirinya mendapat informasi, 20% di antaranya tidak masuk ke dalam kantong perusahaan domestik.
"Kami ada informasi, yang 20% apakah Pak Menteri udah cek? Infonya bukan dikuasai oleh pasar domestik, mereka pake cangkang perusahaan domestik," katanya, dalam Rapat Kerja (Raker) Komisi VII DPR RI bersama Menteri ESDM, Senin (5/6/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bahkan, dari informasi yang didapatkannya, terindikasi pemilik saham tersebut kembali kepada Vale sendiri melalui dana pensiun PT Sumitomo. Dengan demikian, ia menilai, saham tersebut kembali ke tangan asing yang 'berbaju' perusahaan domestik.
"Kami kaget juga ketika dengar 20+20+11%, 51%. Tapi 20% ini palsu. Karena 20% ini terindikasi di pasar modal ini Sumitomo. Bahkan ada informasi, ya kita akan re-check kembali, ini dana pensiun Sumitomo. Berarti kita kasihan dong? Presiden dibohongi dengan mereka mengemas 51%," imbuhnya.
Oleh karena itu, ia berharap Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif bisa melakukan pengecekan langsung terhadap kondisi ini dan memastikan sebanyak 51% saham yang ditawarkan Vale ke Indonesia bisa benar-benar masuk ke kantong perusahaan domestik.
Tidak hanya itu, ia juga berharap Arifin tak melanjutkan kontrak Vale di Indonesia sebelum memastikan persoalan ini. Hal ini berkaitan dengan informasi yang beredar bahwa Arifin telah menandatangani kontrak perpanjangan tersebut.
Menanggapi hal ini, Arifin menjelaskan, menyangkut divestasi saham Vale sebesar 51%, ia menekankan bahwa Vale merasa telah melepaskan sebanyak 40% sahamnya.
Rinciannya, sebanyak 20% disalurkan ke MIND ID dan 20% sisanya ditawarkan secara resmi ke Pemerintah RI. Namun karena tidak ada respon pemerintah, akhirnya pemerintah secara resmi menyurati Vale bahwa sisanya di publik dalam negeri.
"Jadi 11% ini sudah ada kesepakatan dari Vale dan kelebihan dari itu kita proses berdasarkan business-to-business bassist antara pihak yang bersangkutan," ujarnya.
Arifin menambahkan, pihaknya juga perlu melakukan pengecekan kepemilikan asing lewat Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Ia juga akan memastikan lebih lanjut soal prosedur bursa di Indonesia demi menjamin aturan yang berlaku di Indonesia terpenuhi.
"Mengenai kepemilikan asing tentu harus dicek ke OJK. Dan bagaimana prosedur sebetulnya mengenai bursa di Indonesia aturannya harus bagaimana di Indonesia OJK," ujarnya.
Sebagai tambahan informasi, saat ini Vale tengah dalam proses perpanjangan izin kontrak pertambangan. Di atas kertas Vale Indonesia hanya perlu melakukan divestasi sebesar 11% saham untuk memenuhi syarat peralihan status kontrak karya (KK) menjadi izin usaha pertambangan khusus (IUPK), yakni minimal 51% saham kepada investor nasional atau pemerintah.
Adapun saat ini, pemegang saham terbesar Vale Indonesia adalah Vale Canada dengan kepemilikan saham 43,79%. Sementara itu, holding BUMN tambang MIND ID menggenggam kepemilikan 20% dan Sumitomo Metal Mining sebesar 15,03%. Sisanya, kepemilikan publik pada Vale sebesar 21,18%.
Bila divestasi 11% tersebut diserap oleh MIND ID, maka kepemilikannya masih sekitar 31%. Jumlah tersebut belum cukup menjadikan MIND ID sebagai pemegang saham terbesar dan pengendali dari Vale Indonesia. MIND ID perlu menyerap tambahan sekitar 9% untuk menjadikan tambang nikel tersebut menjadi milik Pemerintah Indonesia.
(eds/eds)