Pemerintah membuka opsi untuk menyetop ekspor pasir silika atau kuarsa. Hal ini bertujuan agar Indonesia bisa mengelola bahan baku panel surya lebih optimal.
Terkait hal tersebut, Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan, larangan ekspor ini masih wacana. Namun demikian, pihaknya akan melihat ketersediaan pasir kuarsa.
"Itu masih wacana, tapi kita melihat ketersediaan sumber potensi kita ini, kita hitung misalnya 1 meter persegi solar pv itu memakai berapa kilo sebagai silica," katanya di Kementerian ESDM Jakarta, Jumat (4/8/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia mengatakan, Indonesia sendiri berencana mengembangkan pembangkit listrik tenaga surya dengan kapasitas 300-400 GW hingga 2060. Lebih lanjut, dia mengatakan, yang harus didorong saat ini ialah pembangunan fasilitas pabriknya.
"Paling penting sekarang kita harus upayakan bangun dulu manufacturing facilities-nya," katanya.
Sejalan dengan itu, Arifin juga melihat jika harga pasir kuarsa sendiri murah. Jika diolah menjadi panel surya maka akan menjadi komoditas yang lebih mahal.
"Nah itu yang harus kita pertimbangkan ke depan," katanya.
Opsi untuk menyetop ekspor pasir kuarsa ini salah satunya disampaikan Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia. Ia menyatakan bahwa pemerintah membuka opsi untuk menyetop ekspor pasir silika atau pasir kuarsa. Tujuannya agar Indonesia bisa mengelola pasir kuarsa secara optimal.
"Kita pingin pasir kuarsa dikelola, mungkin tidak menutup kemungkinan ke depan kita juga pertimbangkan untuk kita larang ekspor juga. Ya terserah orang mau protes kita protes aja. Masa negara kita nggak boleh maju-maju," katanya dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (21/7) lalu.
(acd/das)