Stafsus Sri Mulyani Sentil Faisal Basri yang Kritik soal Hilirisasi Nikel: Anda Keliru!

Aulia Damayanti - detikFinance
Jumat, 11 Agu 2023 19:15 WIB
Foto: Anisa Indraini/detikcom
Jakarta -

Ekonom senior Faisal Basri mengkritik keras soal hilirisasi nikel yang disebut hanya menguntungkan China dan Indonesia tidak mendapatkan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Hal ini pun dibantah oleh Staf Khusus Menteri Keuangan Sri Mulyani, Yustinus Prastowo.

Yustinus memberikan batahan melalui akun Twitternya. Ia menegaskan bahwa Faisal Basri keliru atas negara tidak merima PNBP dari hilirisasi nikel karena sebenarnya pemerintah mengatur pungutan melalui PP Nomo 26 Tahun 2022.

"Bang @FaisalBasri yang baik, saya jawab satu hal dulu, PNBP dan royalti. Anda keliru ketika bilang tidak ada pungutan karena faktanya melalui PP 26/2022 diatur tarif PNBP SDA dan royalti atas nikel dan produk pemurnian," kata Yustinus, dikutip Jumat (11/8/2023).

Yustinus pun sembari mengunggah potongan dokumen yang mengatur penarikan pajak dari hilirisasi nikel. Dia menjelaskan bahwa pengenaan tarif itu dibedakan antara izin usaha pertambangan (IUP) untuk produksi dan menjual bijih nikel dan IUP untuk hasil smelter.

"Sejalan dengan amanat UU 3 Tahun 2020 tentang Minerba, pengelolaan mineral diarahkan untuk mendukung hilirisasi. Terkait kebijakan tersebut pemerintah melakukan upaya," ujar Yustinus.

"1. Pelarangan ekspor bijih nikel pada tahun 2020, 2. Pemberian tarif royalti yang berbeda antara IUP yang hanya memproduksi/menjual bijih nikel dibandingkan dgn IUP yang sekaligus memiliki smelter. Tarif royalti untuk bijih nikel 10% dan tarif untuk Feri Nikel atau Nikel Matte sebesar 2%," jelas dia.

Sebelumnya, dalam blog pribadi Faisal Basri, ia mengatakan bahwa kebijakan hilirisasi sangat ugal-ugalan dan hanya mendukung industrialisasi di China, bukan di Indonesia.

"Seperti yang diterapkan untuk nikel sangat sedikit meningkatkan nilai tambah nasional. Nilai tambah yang tercipta dari kebijakan hilirisasi dewasa ini hampir seluruhnya dinikmati oleh China dan mendukung industrialisasi di China, bukan di Indonesia," terang Faisal Basri dalam blog pribadinya faisalbasri.com, dikutip Jumat (11/8/2023).

Faisal Basri menilai nilai tambah yang mengalir ke perekonomian nasional tak lebih dari sekitar 10%. Pasalnya, hampir semua smelter nikel milik pengusaha China. Karena dapat fasilitas tax holiday, tak satu persen pun keuntungan itu mengalir ke Tanah Air.

Belum lagi, hampir 100% modal berasal dari perbankan China, dengan begitu pendapatan bunga juga hampir seluruhnya mengalir ke China. Dia juga mengatakan bahwa China tidak membayar royalti kepada Indonesia.

"Apakah perusahaan smelter China tidak membayar royalti? Tidak sama sekali. Yang membayar royalti adalah perusahaan penambang nikel yang hampir semua adalah pengusaha nasional. Ketika masih dibolehkan mengekspor bijih nikel, pemerintah masih memperoleh pemasukan dari pajak ekspor," lanjut Faisal.




(ada/rrd)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork