Harga minyak mentah yang tinggi bisa mendorong harga Pertamax atau BBM nonsubsidi ikut naik. Imbasnya, masyarakat bisa bergeser ke Pertalite. Hal itu disampaikan Menteri ESDM Arifin Tasrif sebagai respons harga minyak mentah yang berada di kisaran US$ 90 per barel.
"Memang nggak bisa ada sumber lain lagi, mau harus beli dari situ, tapi nanti kan Pertamax-nya akan tinggi jadi Pertalite-nya akan dipakai lagi ntar," katanya di Kementerian ESDM Jakarta, Jumat (8/9) kemarin.
Dikutip dari Reuters, harga patokan minyak dunia Brent turun di bawah US$ 90 per barel. Harga minyak turun karena adanya sinyal melemahnya permintaan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Harga minyak mentah berjangka Brent melemah US$ 68 sen atau 0,8% pada US$ 89,92 per barel, setelah diperdagangkan antara level US$ 89,46 dan US$ 90,89.
Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS turun US$ 67 sen atau 0,8% pada level US$ 86,67 per barel. Sebelumnya, WTI diperdagangkan antara US$ 86,39 dan US$ 87,74.
Sebagai informasi, PT Pertamina (Persero) menyesuaikan harga BBM non subsidi mulai 1 September 2023. Harga BBM nonsubsidi yang mengalami penyesuaian salah satunya Pertamax naik menjadi Rp 13.300/liter dari sebelumnya Rp 12.500 per liter.
BBM nonsubsidi lainnya juga mengalami kenaikan harga seperti Pertamax Turbo, Dexlite dan Pertamina Dex.
"Penyesuaian harga bahan bakar minyak (BBM) Umum dalam rangka mengimplementasikan Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM No. 245.K/MG.01/MEM.M/2022 sebagai perubahan atas Kepmen No. 62 K/12/MEM/2020 tentang Formula Harga Dasar Dalam Perhitungan Harga Jual Eceran Jenis Bahan Bakar Minyak Umum Jenis Bensin dan Minyak Solar yang Disalurkan Melalui Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum," tulis keterangan Pertamina dalam situsnya, Kamis (31/8).
(acd/fdl)