Pemerintah berencana melakukan pensiun dini Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), namun untuk mematikan pembangkit batu bara tersebut harus dilakukan secara bertahap.
Deon Arinaldo, Manajer Program Transformasi Energi dari Institute for Essential Services Reform (IESR) mengungkapkan, Indonesia tidak bisa secara tiba-tiba mempensiunkan PLTU hanya atas dasar transisi energi.
"Indonesia tidak bisa langsung mempensiunkan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Batu Bara menyusul sejumlah risiko yang dihadapi, termasuk biayanya yang sangat besar. Terus yang nanggung siapa?" kata Deon dihubungi, Rabu (13/9/2023).
Menurutnya, seluruh kalangan harus melihat solusi secara holistik dalam mempensiunkan PLTU.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pengutamaan benefit dalam solusi tersebut harus diperhitungkan agar pemenuhan energi sistem kelistrikan terjaga," tambah Deon.
Pemerintah Indonesia, tegasnya, sepakat untuk mempensiunkan PLTU batu bara dan beralih ke energi bersih, namun harus secara bertahap dan sesuai dengan kemampuan. "Indonesia bisa belajar dari China," ucapnya.
Pembangkitan listrik dengan batu bara sudah memanfaatkan Fly Ash and Bottom Ash (FABA) dari PLTU guna menggerakkan roda ekonomi masyarakat serta membangun infrastruktur desa di sekitar PLTU. Seperti halnya untuk pembangunan jalan, jembatan, paving untuk pencegah banjir, dan tetrapod untuk penahan abrasi.
Sebelumnya diberitakan, Menko Marves, Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan terkait rencana pensiun dini pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara. Dalam mendorong program ini, pihaknya tengah menyiapkan insentif untuk para operatornya. Namun ia tak merincikan bagaimana skema insentif tersebut akan diterapkan.
"Saya basisnya studi nanti supaya orang pintar yang ahli. Jangan saya, saya kan hanya manajer aja," ujar Luhut.
Di sisi lain, Luhut mengatakan, saat ini yang paling banyak memberikan sumbangsih terhadap polusi ialah sektor transportasi, lewat emisi karbon yang tinggi. Bahan bakar dengan angka oktan rendah pun berpotensi menghasilkan emisi lebih besar.
"Hasil pengetesan di lapangan sekarang 37% sepeda motor tidak lulus uji emisi. Nah jadi sekarang kita mau perbaikin dulu bahan bakarnya," ungkapnya.
Oleh karena itu, pemerintah saat ini tengah menggodok rencana penghapusan Pertalite yang akan dialihkan ke Pertamax Green 92. Luhut mengatakan, penghapusan Pertalite ini sejalan dengan rencana pengalihan BBM fosil menuju ke BBM campur etanol demi menurunkan angka emisi di Tanah Air.
"Nanti kita lakukan semua itu nanti. Sekarang lagi dihitung ini kan apa namanya supaya ini kan masalah polusi juga. Jadi kita mau etanol berapa persen supaya oktannya turun," pungkasnya.
Mengutip analisis dari lembaga kajian TransitionZero mengungkapkan bahwa kebutuhan dana untuk mempensiunkan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara di Indonesia cukup besar. RI paling tidak memerlukan US$37 miliar atau setara Rp569 triliun (kurs rupiah Rp15.396 per dolar AS) untuk menghentikan 118 pembangkit listrik batu baranya lebih awal.
Simak Video 'Polusi Tetap Ada Walau PLTU Suralaya Dimatikan':