PT PLN (Persero) resmi mengoperasikan Green Hydrogen Plant (GHP) pertama di Indonesia. Adapun GHP ini mampu memproduksi 51 ton green hydrogen atau hidrogen hijau per tahun.
Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo menjelaskan GHP merupakan hasil inovasi dalam menjawab tantangan transisi energi. Hal ini mengingat hidrogen dapat digunakan untuk bahan bakar transportasi.
"Era masa depan transportasi tak hanya bergerak ke arah listrik namun juga ke arah hidrogen. Maka, PLN sebagai key player dalam transisi energi terus berpacu dalam menyediakan energi bersih bagi masyarakat," ucap Darmawan dalam keterangan tertulis, Kamis (12/10/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lebih lanjut, Darmawan menjelaskan hidrogen besutan PLN Nusantara Power diproduksi menggunakan sumber dari pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) di area PLTGU Muara Karang. Hidrogen hijau ini juga berasal dari pembelian Renewable Energy Certificate (REC) yang berasal dari pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) Kamojang.
"Strategi untuk transisi energi ini bukan monolitik, tetapi multilateral. Seluruh alternatif, seluruh kemungkinan skenario itu kita pertimbangkan dan kita jajaki, sehingga transisi energi ini bisa berjalan dengan lancar," papar Darmawan.
Darmawan menambahkan, dari total produksi hidrogen 51 ton per tahun, hanya 8 ton yang digunakan untuk keperluan operasional PLTGU Muara Karang. Sementara sebesar 43 ton sisanya dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan.
Ia mengatakan ke depan, pihaknya akan terus mengembangkan GHP di 15 pembangkit lain milik PLN. Adapun dari total 15 pembangkit tersebut memiliki potensi produksi hidrogen dengan kapasitas sekitar 222 ton per tahun. Jika untuk kendaraan, jumlah tersebut bisa menggerakkan sekitar 650 mobil untuk menempuh jarak 100 km setiap hari selama 1 tahun.
"Jika saat ini emisi 10 kilometer kendaraan Bahan Bakar Minyak sebesar 2,4 kg CO2, maka dengan menggunakan green hydrogen yang emisinya 0, artinya bisa menghindarkan emisi hampir 6 ribu ton CO2e per tahun," jelas Darmawan.
Hadirnya GHP pun disambut positif oleh Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dan pelaku industri otomotif yang tengah mengembangkan hydrogen fuel cell electric vehicle (FCEV). Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Konversi dan Konservasi Energi BRIN Eniya Listiani Dewi pun mengapresiasi langkah PLN.
Menurutnya, kebutuhan hidrogen hijau di Indonesia hingga 2060 akan terus meningkat mencapai 32,8 juta ton per tahun. Apalagi, pengguna utama hidrogen akan diserap 80 persen di sektor transportasi, dan pada tahun 2030 FCEV dapat diproduksi di dalam negeri.
Eniya mengatakan BRIN telah membuat prototipe FCEV, yaitu mobil golf dengan mesin berbasis fuel cell. Mobil ini dilengkapi spesifikasi 2,5 kilowatt (kW) tipe polymer electrolyte membrane fuel cell (PEMFC) dan motor penggerak 48VDC/3,7 kW.
"Ke depan, ekonomi kita akan tertopang bukan hanya dari minyak, tapi juga hidrogen. Karena hidrogen bisa dipakai di berbagai sektor, dari sektor pembangkit listrik, industri terutama petrokimia, perumahan, hingga transportasi," ungkap Eniya
Sementara itu, Vice President Director PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) Bob Azam menilai hadirnya hidrogen hijau produksi dari PLN turut mendorong pengembangan ekosistem hidrogen di Indonesia.
"Selamat kepada PLN yang telah menghadirkan Green Hydrogen Plant pertama di Indonesia. Ini dapat menjadi bagian penting dalam terciptanya ekosistem hidrogen di Indonesia untuk mengurangi emisi melalui beragam cara (multipathway), khususnya menghadirkan industri dan mobilitas rendah emisi," pungkasnya.
(ncm/ega)