Rencana Prabowo RI Setop Impor BBM Disebut Mimpi di Siang Bolong

Herdi Alif Al Hikam - detikFinance
Selasa, 28 Nov 2023 14:21 WIB
Foto: Hasan Alhabshy
Jakarta -

Rencana Prabowo Subianto untuk membuat Indonesia bebas dari impor BBM dinilai sangat mustahil bisa terjadi. Prabowo sendiri ingin mewujudkan swasembada energi, air, dan pangan sebagai salah satu visi utamanya sebagai Calon Presiden pada kontestasi Pemilu 2024.

Pria yang menjabat Menteri Pertahanan ini mengatakan pihaknya ingin memfokuskan arah penggunaan energi di Indonesia pada energi hijau dan terbarukan secara 100%. Maka dari itu, impor BBM nantinya bisa dinolkan realisasinya jika rencana itu berhasil.

Menurut Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) apa yang disampaikan Prabowo bagaikan mimpi di siang bolong dan tidak realistis. Bahkan, satu periode kepresidenan pun tidak akan bisa untuk melakukan hal tersebut.

Menurutnya, ketergantungan impor migas sudah sangat akut. Dia memaparkan dari Januari-Oktober 2023 nilainya sudah mencapai US$ 13,1 miliar, spesifik impor BBM mencapai US$ 4,4 miliar.

"Ini mimpi siang bolong ya dalam satu periode sampai 2029 juga tidak bisa tercapai. Meskipun narasinya seolah bagus, pro lingkungan tapi kurang realistis," sebut Bhima saat dihubungi detikcom, Selasa (28/11/2023).

Dia pun mempertanyakan untuk menggantikan banyaknya BBM yang diimpor dalam waktu cepat harus didapatkan dari mana. Menurutnya produksi biodisel saat ini pun belum masif.

Memang beralih ke energi hijau dapat mengurangi impor BBM, namun Bhima menilai untuk berhenti impor sepenuhnya nampaknya tidak akan bisa dilakukan.

"Mau diganti berapa banyak biodisel untuk gantikan BBM? Supplynya darimana itu yang jadi pertanyaan utama. Saya harap tim Prabowo-Gibran membuka data skenario tidak impor BBM, sehingga datanya menjadi terang benderang bukan hanya janji kampanye tanpa dasar," sebut Bhima.

Soal rencana Prabowo mengalihkan BBM ke energi hijau, Bhima memberikan pesan soal keseimbangan jumlah komoditas hijau yang diperlukan. Pasalnya, untuk membuat biodisel saja sebelumnya sempat menimbulkan gonjang-ganjing pada produksi minyak goreng.

Pada 2022 misalnya komoditas kelapa sawit sempat menjadi 'rebutan' untuk pemenuhan dua produk. Antara produksi biodisel dan produksi minyak goreng.

"Penggunaan biodisel secara masif sudah menimbulkan petaka pada 2022 lalu di mana perebutan stok CPO antara program biodisel dengan minyak goreng menyebabkan kelangkaan minyak goreng diberbagai daerah," ungkap Bhima.

"Ini harus diatur, jangan cuma nafsu mau kembangkan biofuel tapi konsekuensi ke stok bahan baku minyak goreng nanti dikorbankan. Namanya menambah masalah baru," ungkap Bhima.

Begitu juga dengan rencana produksi besar-besaran etanol yang berasal dari tebu, Bhima mengingatkan jangan sampai hal tersebut menganggu pemenuhan produksi gula.

Hal serupa diungkapkan juga oleh pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM), Fahmy Radhi. Dia juga menyatakan impor BBM sangat mustahil untuk dihentikan sepenuhnya di Indonesia.

Dia memaparkan saat ini konsumsi BBM dalam satu hari di Indonesia sekitar 160 ribu barel, yang bisa dipenuhi hanya 40 ribu barel saja dari produksi dalam negeri.

"Berdasarkan apa yang ada sekarang apa yang diinginkan pak Prabowo itu agak mustahil gitu ya," sebut Fahmy ketika dihubungi detikcom.

Belum lagi sumur dan kilang yang ada di Indonesia dinilai Fahmi sudah tua renta, semakin hari semakin kurang hasil produksinya. Jadi nampaknya kebergantungan impor BBM makin besar.

"Kalau bangun kilang juga hal yang tidak mudah gitu ya, minyak mentah kita saja makin menurun gitu. Misalnya kilang memadai minhak mentahnya juga mesti diimpor," sebut Fahmy.

"Maka apa yang disampaikan Prabowo itu hanya lah kebutuhan untuk elektabilitas aja," tegasnya.

Soal rencana mengalihkan penggunaan BBM ke energi hijau, menurut Fahmi butuh waktu lama dan tahapan yang panjang agar bisa menggantikan BBM sepenuhnya. Biodisel saja, sejauh ini pengembangannya menurut Fahmy sangat lambat.

"Maka sekali lagi mustahil siapapun presidennya untuk gantikan energi bersih 100% dalam waktu cepat. Itu butuh 10-15 tahun prosesnya," beber Fahmy.




(hal/rrd)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork