Nasib Bisnis Batu Bara di Tengah Gempuran Energi Bersih

Nasib Bisnis Batu Bara di Tengah Gempuran Energi Bersih

Achmad Dwi Afriyadi - detikFinance
Jumat, 01 Des 2023 10:03 WIB
Ilustrasi batubara.
Batu bara. Foto: Trung Nguyen/Unsplash
Jakarta -

Pemerintah memiliki target untuk mencapai net zero emission (NZE) pada tahun 2060 atau lebih cepat. Oleh karena itu, pengembangan energi baru terbarukan (EBT) yang rendah emisi terus didorong.

Sementara, Indonesia selama ini mengandalkan energi fosil, salah satunya batu bara untuk pemenuhan energi. Bagaimana nasibnya ke depan?

Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Dadan Kusdiana mengungkapkan Indonesia adalah salah satu negara dengan pembangkit berbahan baku batubara yang besar. Dia mengatakan, penetapan target NZE tidak lantas menghilangkan batu bara sebagai salah satu sumber pembangkit listrik utama nasional dalam waktu dekat. Setidaknya, membutuhkan waktu hingga tahun 2057 sesuai dengan peta jalan menuju NZE yang digagas Kementerian ESDM. Secara paralel, pemerintah memperkuat basis pemanfaatan EBT untuk menopang energi nasional.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kontrak PLTU berkisar 25 hingga 30 tahun, sehingga dari simulasi yang kita lakukan di NZE, puncak kita menggunakan batubara itu antara tahun 2030 hingga 2035, setelah itu akan melandai sejalan dengan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang sudah selesai masa kontraknya," ujarnya dikutip dari laman Kementerian ESDM, Jumat (1/12/2023).

Untuk menyuplai kebutuhan energi kepada masyarakat ketika penggunaan batu bara mulai melandai, Dadan menyebutkan bahwa pemerintah akan mengembangkan dan menyediakan energi yang lebih bersih dari EBT. Oleh karena itu, batu bara yang tidak dipakai untuk bahan baku pembangkit bisa dimanfaatkan dalam bentuk yang sudah diolah dan lebih hijau melalui proses hilirisasi.

ADVERTISEMENT

"Kita ini harus mengarah ke green product, kita harus menciptakan green industri di sini, karena memang nanti akan dilihat dari sisi prosesnya itu bagaimana sih cara memproduksi produk ini," tuturnya.

Dadan menjelaskan produk batubara bisa diubah menjadi Dimethyl Ether (DME) melalui proses gasifikasi, yang akan bisa digunakan sebagai pengganti Liquefied petroleum gas (LPG), dengan konsumen yang sudah ada.

"Sebelum menjadi DME juga itu bisa menjadi metanol. Metanol ini banyak dipakai di industri-industri, kita bisa pakai metanol tapi dengan syarat nanti prosesnya harus bersih enggak ada emisi, menjadi produk hijau," tambahnya.

Dengan produk hijau, Dadan menyebutkan akan mudah diekspor ke luar negeri, karena negara lain khususnya Eropa akan melihat dari sisi proses bagaimana cara memproduksi suatu barang. Hal itu menjadikan green industry dan green product akan menjadi komoditas yang kompetitif di pasar internasional.

"Misalkan ekspor ke Eropa mulai diberlakukan tahun 2026 kalau saya tidak salah, nanti mereka akan tanya cara produksinya seperti apa, untuk mengetahui berapa karbonnya, nah kalau tinggi kalau melewati batas mereka akan terapkan pajak karbon terhadap produk tersebut," terangnya.

(acd/das)

Hide Ads