Dalam rangkaian gelaran COP28 di Dubai, PT PLN (Persero) menyampaikan soal akselerasi transisi energi di Tanah Air melalui kolaborasi investasi di tingkat global. Hal ini dinilai krusial untuk menjaga keberlanjutan penyediaan listrik bersih yang andal dan terjangkau bagi seluruh masyarakat.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Nathan Kacaribu mengatakan Pemerintah telah menjalin kolaborasi dengan Multilateral Development Bank (MDB) dan Asian Development Bank (ADB).
Adapun kolaborasi itu ditujukan untuk memastikan investasi bagi transisi energi tidak hanya menghadirkan energi bersih, tetapi juga untuk memacu pertumbuhan ekonomi. Menurutnya, tantangan besarnya adalah bagaimana menyiasati besarnya pendanaan yang dibutuhkan ketika berpindah dari energi fosil ke EBT.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kita sudah diskusikan terkait crowding investment. Kita sadar bahwa program transisi energi tidak cuma berlangsung setahun, tetapi berlanjut hingga tahun-tahun mendatang, jadi strateginya harus jelas. Kami yakin (investasi) sektor swasta bakal datang ketika mereka lihat proyeknya telah siap," jelasnya dalam keterangan tertulis, Selasa (5/12/2023).
Sementara itu, Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo menyampaikan guna mengatasi krisis iklim dunia, komunitas global mesti bersatu. Terutama untuk mengatasi tantangan transisi ke energi hijau, baik dari sisi teknologi, kebijakan dan investasi.
Dalam hal ini, PLN telah merancang skema Accelerated Renewable Energy Development (ARED) dengan mengurangi penggunaan bahan bakar fosil secara bertahap.
"Kami memiliki perencanaan kebijakan investasi yang komprehensif untuk proyek-proyek hijau PLN. Kami akan mengkonsolidasikan aliran modal, bank swasta, bank multilateral, filantropi, investor swasta sedemikian rupa sehingga komunitas global yang sebelumnya terfragmentasi menjadi bersatu dan aliran investasi tersebut benar-benar bekerja dengan baik," papar Darmawan.
Selanjutnya, Direktur Keuangan PLN Sinthya Roesly mengungkapkan PLN membutuhkan investasi sekitar US$ 157 miliar sampai dengan tahun 2040 untuk mencapai NZE di tahun 2060. Untuk itu, PLN akan terus mendorong kolaborasi dengan berbagai pihak agar agenda-agenda transisi energi yang direncanakan dalam ARED bisa berjalan.
"Sejauh ini, kerja sama telah dilakukan, namun tantangannya adalah bagaimana memobilisasi partisipasi swasta untuk turut mendanai proyek PLN maupun Independent Power Producer (IPP) dalam skala besar. Saat ini, program transisi energi PLN juga telah banyak didukung oleh pendanaan sektor publik," ucap Sinthya.
Dia juga menegaskan dalam rangka mengakses pendanaan transisi energi, PLN juga terus berupaya meningkatkan rating Environmental, Social, & Governance (ESG) Korporat.
"Jadi, PLN sudah punya sistem pengendalian parameter lingkungan, sosial dan tata kelola dilengkapi dengan dashboard digital. Selain itu, PLN juga telah membentuk divisi khusus untuk transisi energi dan keberlanjutan. Itulah peningkatan kapasitas kelembagaan yang sedang kami bangun dalam rangka menyambut pendanaan transisi energi di masa mendatang," ujarnya.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Utama PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero) Edwin Syahruzad mengatakan, tantangan transisi energi adalah bagaimana menerapkan konsepnya ke dalam transisi asset class. Karena ketika suatu asset class dikategorikan sebagai renewable, maka akan mudah memperoleh pendanaan.
"Saya pikir pendorong utamanya adalah lembaga multilateral seperti ADB, Bank Dunia dan lainnya. Kita mesti menyiapkan pembiayaan untuk PLN dengan cara yang berbeda, sehingga kita dapat memadukan dana besar dari pemerintah dengan investasi tersebut," tutup Edwin.
(akn/ega)