Terungkap! Begini Skenario Pengetatan Penyaluran LPG 3 Kg

Terungkap! Begini Skenario Pengetatan Penyaluran LPG 3 Kg

Achmad Dwi Afriyadi - detikFinance
Minggu, 21 Jan 2024 18:30 WIB
Penjualan Gas LPG 3 KG Pakai KTP dan KK
LPG 3 Kg. Foto: Samuel Gading
Jakarta -

Penyaluran LPG 3 kg perlu ditata ulang. Sebab, konsumsi bahan bakar tersebut terus meningkat yang berdampak pada anggaran subsidi.

Hal itu ditambah peningkatan konsumsi tersebut tidak menyentuh sasaran utama. Pola distribusi terbuka membuka ruang bagi semua kalangan masyarakat mudah memperoleh komoditas bersubsidi ini. Apalagi masyarakat terlanjur mengenal LPG kg lebih praktis dan kompetitif. Padahal peruntukan awal hanya bagi rumah tangga miskin, usaha mikro kecil, nelayan, dan petani sasaran

Sepanjang 2023, pemerintah mengucurkan subsidi BBM dan LPG sebesar Rp 95,6 triliun. Pada tahun ini, pemerintah kembali mengalokasikan subsidi BBM dan LPG sebesar Rp 113,3 triliun.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Harus ada kebijakan pemerintah bagaimana bisa mengoptimalkan subsidi ini diterima dengan baik untuk masyarakat," kata Menteri ESDM Arifin Tasrif dikutip dari laman Kementerian ESDM, Minggu (21/1/2023).

Pembenahan distribusi kini sudah mulai dilakukan. Pemerintah mengubah penyaluran LPG subsidi dari berbasis komoditas ke penerima manfaat. Per 1 Januari 2014 hanya pengguna terdaftar saja yang diperbolehkan membeli LPG 3 Kg. Status data bisa diperiksa melalui Nomor Induk Penduduk (NIK) pada Kartu Tanda Penduduk (KTP).

ADVERTISEMENT

Penyesuaian data konsumen LPG 3 kg berbasis sistem Merchant Apps Lite (MAP Lite) sendiri tengah dijaring sejak 1 Maret 2023, termasuk dengan data Pensasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (P3KE) desil 1 sampai 7.

"Sistemnya sudah siap. Sekitar 189,2 juta NIK sudah terdaftar dan terverifikasi sekitar 31,5 juta NIK," jelas Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Tutuka Ariadji.

Mempertimbangkan kesiapan data, Direktur Pembinaan Usaha Hilir Migas Mustika Pertiwi memperbolehkan konsumen yang belum terdata melakukan transaksi pembelian LPG 3 kg setelah melakukan pendaftaran on the spot di subpenyalur atau pangkalan resmi. Bahkan Kementerian ESDM mengusulkan agar pengecer bisa diangkat menjadi subpenyalur.

"Diatur saja jaraknya, misal tiap 1 kilometer itu, ada 1 pangkalan," sambungnya.

Mustika mengakui model pendataan sebaiknya dilakukan di subpenyalur/pangkalan resmi. Sehingga pendataan itu tidak sampai ke level pengecer. Terlebih kerap kali pengecer membeli dalam jumlah besar. Hal ini yang memungkinkan semua pembeli tidak terekam datanya.

"Misalnya 10 tabung, maka dia mengurangi hak konsumen akhir untuk membeli langsung di pangkalan. Jadi ini yang harus diatur," tuturnya.

Dari sisi infrastruktur teknologi, pencatatan manual melalui logbook juga menjadi tantangan. Kondisi ini mendorong pemerintah memperpanjang tenggat waktu pendataan hingga akhir Mei 2024.

"Kita lihat nanti progresnya seperti apa. Kita akan evaluasi. Intinya, jangan sampai nanti terjadi kelangkaan di lapangan," ungkap Mustika.

Pemerintah pun masih memberi opsi lain. Subpenyalur boleh menjual LPG ke pengecer maksimum 20% dari alokasi subpenyalur per bulan sesuai Surat Dirjen Migas ke Pertamina. Kendati demikian, pasokan LPG 3 kg di masing-masing pengecer dibatasi. "Ini untuk memaksimalkan subsidi tepat sasaran," jelas Mustika.

Agar kebijakan ini lebih aplikatif, pemerintah bersama PT Pertamina Patra Niaga gencar sosialisasi di berbagai daerah. Termasuk memberikan pelatihan kepada petugas di lapangan. Mereka akan dibekali software sederhana pada telepon selular (HP) untuk mendata pembeli LPG. Keterlibatan badan usaha dalam menjaga kebijakan berjalan telah diatur dalam Surat Keputusan Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi.

"Pemerintah meminta Pertamina turut mengawal kebijakan ini sampai ke level konsumen akhir (end user)," tegas Tutuka.

(acd/das)

Hide Ads