BPH Migas Revisi Aturan Nomor 6 Tahun 2015, Bahas soal Sub Penyalur BBM

BPH Migas Revisi Aturan Nomor 6 Tahun 2015, Bahas soal Sub Penyalur BBM

Syahdan Althalif - detikFinance
Sabtu, 24 Feb 2024 19:33 WIB
Kepala BPH Migas Erika Retnowati
Foto: dok. BPH Migas
Jakarta -

Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) melakukan revisi Peraturan BPH Migas Nomor 6 Tahun 2015 tentang Penyaluran Jenis Bahan Bakar Minyak Tertentu (JBT) dan Jenis Bahan Khusus Penugasan (JBKP) pada daerah yang belum terdapat penyalur guna memudahkan masyarakat mendapatkan bahan bakar minyak (BBM) subsidi dan kompensasi.

Sejumlah butir revisi Peraturan BPH Migas Nomor 6 Tahun 2015 tersebut, di antaranya terkait definisi sub penyalur, prosedur penunjukkan dan penetapan sub penyalur, format pembinaan dan pengawasan, lokasi pendirian sub penyalur, alokasi volume kebutuhan masing-masing konsumen pengguna, serta sanksi.

"Pada saat suatu daerah tidak bisa dibangun penyalur atau tidak ada investor yang berminat, sub penyalur adalah salah satu alternatif solusi untuk memudahkan masyarakat mendapatkan JBT atau BBM subsidi dan JBKP atau BBM kompensasi," ujar Kepala BPH Migas Erika Retnowati dalam keterangan tertulis, Sabtu (24/2/2024).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hal ini disampaikan Erika Retnowati pada Public Hearing Revisi Peraturan BPH Migas Nomor 6 Tahun 2015 di Bandung, Kamis (23/2).

Pemerintah berkomitmen menghadirkan energi dengan harga yang terjangkau untuk masyarakat. Tidak terkecuali bagi masyarakat yang tinggal di daerah tertinggal, terdepan, terluar dan terpencil (3T) serta wilayah yang belum kedapatan penyalur bahan bakar minyak (BBM) subsidi dan/atau kompensasi. Namun saat melakukan beberapa kunjungan kerja ke berbagai daerah Erika menjumpai masyarakat yang berada di kepulauan dan jauh dari penyalur sangat kesulitan mendapatkan BBM, terutama di wilayah kepulauan yang belum terdapat penyalur.

ADVERTISEMENT

"Kadang-kadang mereka berinisiatif untuk bersama-sama mengambil BBM di satu tempat, kemudian dibawa dengan jerigen-jerigen. Namun, di tengah jalan, mereka terpaksa diberhentikan dan berurusan dengan aparat penegak hukum, karena memang kita belum mengaturnya. Dengan adanya revisi aturan ini, diharapkan masyarakat yang memang membutuhkan BBM subsidi dan kompensasi bisa menikmatinya dengan lebih mudah," ungkapnya.

Erika mengungkapkan sub penyalur bukan kegiatan usaha hilir migas. Sub penyalur ialah perwakilan kelompok konsumen pengguna BBM subsidi dan kompensasi pada kecamatan yang tidak terdapat penyalur BBM dan menyalurkan BBM subsidi dan kompensasi, hanya dikhususkan kepada anggotanya dengan kriteria yang ditetapkan oleh BPH Migas dan bukan untuk mencari keuntungan. Mekanisme penyalurannya tertutup, tidak terdapat jual beli, serta ongkos angkutnya ditetapkan bupati.

"Sub penyalur itu perwakilan dari konsumen pengguna. Bukan pengusaha atau pengecer. Jangan dipersepsikan bahwa sub penyalur merupakan pengecer yang dilegalkan. Bukan seperti itu. Sub penyalur adalah perwakilan sekelompok orang atau konsumen pengguna sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak, yang ditugaskan untuk mengurus atau mengambilkan BBM subsidi atau kompensasi yang menjadi haknya," tegas Erika.

Anggota Komite BPH Migas Abdul Halim meminta agar instansi terkait dan pemerintah daerah segera menyampaikan anjuran agar peraturan dapat segera diterapkan di masyarakat. Ia menerangkan public hearing terkait sub penyalur ini telah dua kali dilaksanakan. Halim berharap instansi terkait serta pemerintah daerah dapat memberikan dukungan.

"Masukan dapat segera disampaikan agar aturan dapat segera diimplementasikan," cakap Halim.

Sementara itu, Bupati Pesisir Barat, Provinsi Lampung Agus Istiqlal menyampaikan harapan akan solusi agar nelayan dan petani di daerahnya tidak mengalami kesulitan mendapatkan BBM subsidi dan kompensasi untuk mendukung kegiatan sehari-hari.

Sebagai Informasi, Public Hearing ini dihadiri oleh Anggota Komite BPH Migas Eman Salman Arief, Harya Adityawarman, Iwan Prasetya Adhi, dan Yapit Sapta Putra. Turut hadir pula perwakilan instansi terkait, serta pemerintah daerah dan badan usaha, baik secara langsung dan virtual.




(prf/ega)

Hide Ads