Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap disebut tidak menarik minat masyarakat, khususnya pelanggan rumah tangga (RT). Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI) menilai PLTS Atap justru lebih diminati industri.
Ketua AESI, Arya Rezavidi membeberkan sejumlah penyebabnya. Pertama,mayoritas pelanggan RT memanfaatkan sumber energi dari PLTS Atap saat malam hari, karena pengguna PLTS Atap segmen RT umumnya beraktivitas di luar rumah pada siang hari. Dengan demikian, konsumsi listrik tidak sebesar saat malam hari.
"RT itu kebanyakan menggunakannya di malam hari, sedangkan surya (munculnya) di siang hari," ucap Arya usai acara Sosialisasi Peraturan Menteri ESDM Nomor 2 Tahun 2024 di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta Pusat, Selasa (5/3/2024).
Penyebab kedua, penghapusan aturan ekspor-impor hasil PLTS Atap membuat teknologi itu tambah tidak diminati. Dulu, sebelum kebijakan itu dicabut oleh pemerintah lewat Permen ESDM Nomor 2 Tahun 2024 tentang PLTS Atap yang Terhubung pada Jaringan Tenaga Listrik Pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik Untuk Kepentingan Umum (IUPTLU), masyarakat bisa mengekspor hasil PLTS Atap yang dihasilkan oleh pengguna PLTS Atap kepada PLN. Masyarakat yang mengekspor listrik mendapat pengurangan tagihan listrik dari PLN.
Namun, karena kebijakan tersebut kini sudah dicabut, PLTS Atap dinilai tidak menarik buat pelanggan RT. Padahal, kebijakan ekspor-impor diharapkan juga bisa menjadi cara bagi RT untuk mengurangi tagihan listrik.
"Sekarang nggak ada lagi, nggak boleh. Jadi, nggak menarik untuk RT. Sementara RT ini, kan, investasi dengan berharap mengurangi biaya PLN-nya itu. Namun, karena sudah tak ada lagi ekspor impor. tak bisa disimpan dulu ke PLN, artinya investasi mereka benar-benar dihitung," jelasnya.
Namun, Arya menjelaskan situasi sebaliknya terjadi bagi industri. Sektor industri disebutnya lebih berminat menggunakan PLTS Atap karena sering beraktivitas saat siang hari. Berbagai sektor seperti pabrik dan gedung-gedung komersial akan merasakan langsung manfaat berkurangnya tagihan listrik karena PLTS Atap.
"Kalau pemanfaatan siang hari itu cocok. Pabrik, industri, gedung-gedung komersial itu pakainya siang hari. Jelas akan ada pengurangan PLN-nya," imbuhnya.
Oleh sebab itu, Arya mengaku memiliki sejumlah catatan soal PLTS Atap. Menurutnya, pemerintah bisa mencoba merancang kebijakan peer to peer transaction alias penjualan listrik kepada sesama RT. Di sejumlah negara maju, kebijakan ini disebutnya sudah diterapkan.
"Apa yang saya tak pakai siang hari tidak bisa dijual ke sebelah. Misal satu komunitas, RT/RW bisa saling tukar menukar. Tapi belum ada aturannya," pungkasnya.
Simak Video: Momen Presiden Jokowi Resmikan PLTS Terapung Cirata 192 MWp
(ara/ara)