Australia gencar meningkatkan transisi energi dari ketergantungan batu bara beralih ke energi bersih. Dengan kemampuan besar yang dimiliki, negeri kanguru itu juga berinvestasi di ASEAN, termasuk Indonesia.
Duta Besar Australia untuk Perubahan Iklim, Kristin Tilley mengatakan investasi itu dilakukan juga untuk membantu negara lain melakukan transisi energi. Karena diakui untuk menurunkan emisi karbon dan beralih ke energi terbarukan tidak mudah.
"Jadi melalui serangkaian keterlibatan kami dengan ASEAN dan kemudian dukungan yang diberikan Australia kepada negara-negara Asia Tenggara, Vietnam, Singapura, Indonesia, Laos, Kamboja, kami menggunakan bantuan pembangunan kami untuk membantu negara-negara tersebut melakukan transisi, keluar dari krisis energi berbasis fosil menjadi energi bersih juga," kata dia ditemui di Mandarin Oriental, Jakarta Pusat, Selasa (7/5/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kristin mengatakan dengan bantuan itu, negara lain tidak hanya mengikuti jejak Australia dalam transisi energi, tetapi juga dibantu dari sisi pendanaan. Tujuannya juga, ke depan negara lain bukan lagi mengimpor batubara dari Australia tetapi membeli energi terbarukan.
"Jadi kami dapat membantu negara-negara yang seharusnya membeli energi kami, berbasis fosil tetapi beralih mengubah sumber energi mereka ke basis energi yang lebih ramah lingkungan, sehingga kita dapat menjual energi yang lebih ramah lingkungan kepada mereka di masa depan," jelasnya.
Apa yang bisa diikuti Indonesia dari Australia dalam hal transisi energi?
Menurut Kristin, setiap negara berbeda dalam hal transisi energi. Indonesia diyakini memiliki tantangan tersendiri yang harus dilalui. Australia sendiri disebut memiliki banyak ruang untuk menghasilkan energi terbarukan dan biaya untuk transisi energi lebih murah dibandingkan produksi batubara.
"Jadi pasar kita sebagian besar bergeser karena hal itu (transisi energi). Memang benar, banyak pembangkit listrik tenaga batu bara kita yang sudah mencapai akhir masa pakainya. Jadi, kita beruntung dalam hal transisi energi kita sendiri," ungkapnya.
Menurutnya Indonesia juga mampu melakukan transisi energi meski tantangan dan kebijakan yang dilalui tentu berbeda dengan Australia. Dalam hal itu, Australia sendiri berkomitmen untuk membantu masuknya investasi sektor swasta bidang energi negaranya untuk masuk ke Indonesia.
"Yang menjadi fokus perhatian kami saat ini adalah bagaimana kami sebagai pemerintah dapat melakukan investasi atau memberikan jaminan pendanaan yang akan menarik lebih banyak investasi sektor swasta, termasuk investasi sektor swasta Australia ke Indonesia," pungkasnya.
Sebagai informasi, sebelumnya Indonesia dengan Australia telah memiliki Kemitraan Iklim dan Infrastruktur Australia-Indonesia (KINETIK). Kemitraan itu merupakan inisiatif iklim dan energi Australia yang utama di Indonesia.
Dalam rilis di Keduataan Besar Australia di Indonesia, Kuasa Usaha Australia untuk Indonesia, Steve Scott mengatakan kemitraan itu salah satunya berupa pendanaan dalam mendorong transisi energi sebesar 200 juta dolar Australia.
"Dengan nilai 200 juta dolar Australia, KINETIK akan memperdalam kerja sama bilateral untuk mengurangi emisi dan mendorong sistem energi dan industri untuk mempercepat transisi menuju nol emisi karbon," ujar Kuasa Usaha Australia, Scott, dalam keterangan tertulis, Kamis (14/3/2024).
KINETIK akan berfokus pada peningkatan investasi dalam transisi energi dengan mendukung reformasi kebijakan dan regulasi yang dijalankan Indonesia. Selain itu juga membuka akses pembiayaan bagi usaha kecil dan menengah yang berfokus pada iklim melalui Australian Development Investments, dan memberikan insentif bagi investasi pada proyek-proyek infrastruktur hijau berskala besar.
(ada/rrd)