Produksi Migas RI Terancam Mandek Gegara Ini!

Produksi Migas RI Terancam Mandek Gegara Ini!

Samuel Gading - detikFinance
Jumat, 17 Mei 2024 12:45 WIB
Pertamina makin rajin ngebor sumur setelah alih kelola Blok Rokan dilakukan sejak 1 tahun yang lalu. Target besar meningkatkan produksi migas di Blok Rokan ada di depan mata.
ilustrasi/Foto: Herdi Alif Al Hikam
Jakarta -

Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) terus menggenjot operasional untuk mencapai target produksi minyak dan gas APBN 2024. Namun, aktivitas kegiatan hulu migas akhir-akhir ini terancam mandek karena satu hal. Apa itu?

SKK Migas mengungkap ancaman itu adalah aktivitas pengeboral ilegal (ilegal drilling) yang kembali marak terjadi. Dalam waktu satu bulan saja, terjadi sejumlah kecelakaan akibat aktivitas gelap itu. Kepala Divisi Program dan Komunikasi Hudi D. Suryodipuro, mengatakan ilegal drilling sering terjadi karena kehadiran sumur ilegal yang tidak memenuhi standar health, safety & environment (HSE).

"Dalam satu bulan terakhir, kami mencatat ada kejadian yang menyebabkan kecelakaan dari aktivitas yang melanggar hukum tersebut di Blora Jawa Tengah, Musi Banyuasin Sumatera Selatan, Batanghari Jambi dan lainnya", ungkapnya dalam ketarangan resmi, (17/5/2024).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sumur ilegal telah memunculkan persoalan kecelakaan dan kerusakan lingkungan lingkungan. Meskipun penanganan aktivitas illegal drilling bukan kewenangan SKK Migas dan KKKS, insiden dari aktivitas tersebut juga berdampak terhadap SKK Migas dan KKKS karena bakal diminta bantuan untuk menghentikan kebakaran maupun pencemaran yang terjadi.

"Tidak itu saja, bahkan karena ketidaktahuan masyarakat, ketika ada kecelakaan di lokasi illegal drilling, maka sering kali masyarakat meminta SKK Migas untuk menangani dan menindak, sedangkan terkait penertiban illegal drilling bukanlah tugas dan tanggung jawab SKK Migas", kata Hudi.

ADVERTISEMENT

Jika dibiarkan, Hudi mengatakan ilegal drilling bakal meluas dan berlangsung dalam jangka panjang. Aktivitas itu juga bisa memunculkan perspektif negatif
terhadap upaya peningkatan investasi hulu migas di Indonesia.

"Karena aktivitas illegal drilling, sebagian terjadi di wilayah kerja KKKS, yang kemudian ketika SKK Migas dan KKKS melakukan penanganan untuk menghentikan kebakaran maupun pencemaran lingkungan, maka biaya-biaya yang timbul akan diambilkan dari biaya operasional KKKS, jika kecelakaan akibat aktivitas illegal tersebut terus terjadi maka tentu semakin banyak biaya yang harus dikeluarkan oleh KKKS", jelasnya.

"Tentu tidak hanya biaya, tetapi juga SKK Migas dan KKKS harus mengalokasikan sumber daya manusia (SDM) untuk menangani dampak dari kecelakaan illegal drilling, akibatnya tentu saja akan mengganggu operasional KKKS, sehingga kerja keras SKK Migas dan KKKS untuk mencapai target produksi dan lifting menjadi semakin berat," sambungnya.

Hudi kemudian menjelaskan bahwa industri hulu migas berharap aparat penegak hukum dapat menindak tuntas aktivitas itu. Ia pun mengapresiasi penegak hukum yang selama ini sudah menghentikan ilegal drilling.

"Kami memberikan apresiasi kepada aparat penegak hukum yang telah menutup dan menghentikan aktivitas ilegal tersebut dan berharap langkah tegas tersebut dapat terus dilakukan untuk menekan dan memberikan efek jera bagi para pelaku illegal drilling", imbuh Hudi.

Adapun berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), pada 2021 tercatat terdapat 8.000 sumur ilegal di Indonesia dengan taksiran menghasilkan minyak sebesar 2.500 - 10.000 barel minyak per hari (barrel oil per day/bopd).

Padahal, Hudi mengatakan bahwa jika mengacu Undang Undang Minyak dan Gas Tahun 2001, kegiatan penambangan yang diperbolehkan hanya melalui Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS).

(rrd/rir)

Hide Ads