Indonesia kembali menyampaikan komitmennya dalam mereduksi emisi Gas Rumah Kaca (GRK). Hal ini disampaikan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif di Nikkei Forum Future of Asia, Tokyo, Jepang.
Nikkei Forum 2024 merupakan pertemuan internasional yang diselenggarakan setiap tahun oleh Nikkei Inc sejak 1995 dan dianggap sebagai salah satu konferensi global terpenting di Asia. Para pemimpin dan pengusaha global turut serta dalam acara tersebut.
Dalam paparannya, Arifin mengatakan, Indonesia berkomitmen mengurangi emisi GRK dan mencapai Net Zero Emission (NZE) berdasarkan kondisi dan kemampuan nasional pada tahun 2060 atau 2070-an.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Indonesia telah menerbitkan Enhanced National Determined Contribution (ENDC) yang akan semakin mengurangi emisi pada sektor energi," kata Arifin, dalam keterangan tertulis, dikutip Sabtu (25/5/2024).
Selain ENDC, Kementerian ESDM juga telah membangun roadmap atau Peta Jalan NZE sektor energi. Adapun peta jalan tersebut menjadi acuan untuk mencapai target pengurangan emisi dan mengimplementasikan transisi energi bersih.
"Peta Jalan ini terdiri atas pengembangan energi terbarukan, program reduksi karbon, pensiun dini Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), elektrifikasi, efisiensi energi, juga CCS/CCUS," jelasnya.
Arifin mengatakan, Indonesia memiliki berbagai sumber energi, baik yang berbasis hidrokarbon maupun energi terbarukan yang bersih. Namun dalam mencapai target NZE dan implementasi roadmap tersebut, ia mengakui bahwa pihaknya masih menemui berbagai tantangan.
"Indonesia dikaruniai dengan energi berbasis hidrokarbon seperti minyak bumi, gas bumi, serta batubara, dan energi terbarukan yakni energi hidro, panas bumi, surya, angin, dan bioenergi. Namun pertanyaan kini adalah bagaimana pemanfaatannya," ujarnya.
Indonesia sendiri telah menjalankan beberapa program dalam upaya mencapai target tersebut, seperti pembangunan infrastruktur interkoneksi ketenagalistrikan, infrastruktur gas bumi, dan eksplorasi gas alam secara masif.
Kemudian juga telah dijalankan program phase down PLTU, PLTS Atap dan Terapung, pengembangan PLTP dan PLTA, ekosistem kendaraan listrik, dan pilot project CCS/CCUS yang ditargetkan beroperasi pada 2030.
Arifin menambahkan, RI juga mendorong hilirisasi komoditas tambang mineral yang mendukung pengembangan ekosistem energi baru dan terbarukan (EBT). Transisi ke kendaraan listrik juga menjadi strategi utama untuk melakukan dekarbonisasi transportasi, yang mampu mengurangi emisi sekaligus mendukung dekarbonisasi sektor ketenagalistrikan.
Dukungan FInansial Masih Kurang
Sedangkan dari sisi pembiayaan sendiri, terdapat sejumlah inisiatif mulai dari JETP, AZEC, dan IPEP yang saat ini sedang berlangsung. Namun demikian, menurutnya, masih diperlukan dukungan finansial lebih jauh untuk mempercepat pencapaian NZE.
"Selain itu, pengembangan teknologi pada skala industri perlu untuk diakselerasi dan dipermudah untuk memaksimalkan pemanfaatan energi terbarukan. Indonesia memperluas hilir industri pengolahan mineral untuk membangun ekosistem dan rantai pasokan yang mendukung transisi energi, serta menciptakan lapangan kerja baru," ujar Arifin.
Arifin menekankan, program transisi energi bersih harus memberikan dampak yang positif kepada masyarakat. Transisi energi juga bisa diwujudkan dengan mendorong kolaborasi antarnegara.
"Kerja sama antar negara maju, berkembang dan tidak berkembang harus diperkuat untuk saling mengisi kesenjangan, supaya no one left behind," pungkasnya.
(eds/eds)