Genjot Transportasi Publik, Subsidi BBM Diminta Dipangkas

Genjot Transportasi Publik, Subsidi BBM Diminta Dipangkas

Samuel Gading - detikFinance
Kamis, 30 Mei 2024 12:10 WIB
Implementasi skema full registran untuk pembelian BBM Solar subsidi melalui MyPertamina diperluas. Hari ini berlaku Jakarta, Kota dan Kabupaten Bogor, serta Depok.
Foto: Grandyos Zafna
Jakarta -

Sejumlah pengamat transportasi mendukung wacana Bappenas yang mengusulkan mengurangi subsidi harga bahan bakar minyak (BBM) untuk meningkatkan penggunaan transportasi umum. Mereka menilai sudah saatnya masyarakat tidak bergantung terhadap kendaraan bermotor.

"Setuju saya, tapi harus cepat digenjot. (Karena) Beberapa daerah saya lihat sudah mandiri untuk (mendorong) transportasi publik," ungkap Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat Djoko Setijowarno, kepada detikcom, Kamis (30/5/2024).

Djoko mengatakan bahwa pengurangan anggaran BBM bersubsidi diperlukan agar pemerintah pusat bisa memberi suntikan bantuan dengan skema Public Service Obligation (PBO) kepada pemerintah daerah yang sudah menggenjot transportasi publik.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Berdasarkan catatannya, terdapat sekitar 13 kota di seluruh Indonesia yang sudah mendorong transportasi publik. Namun dari sejumlah kota itu, hanya Jakarta yang secara mandiri mampu mendorong transportasi publik dengan jumlah anggaran Rp 4,30 triliun per tahun.

"Karenanya PSO itu mesti diberikan oleh pemerintah pusat kepada daerah-daerah yang sudah menyelenggarakan transportasi publik. Sebab kebanyakan daerah tidak punya cukup uang," bebernya.

ADVERTISEMENT

Jika subsidi BBM betul-betul dikurangi, Djoko pun melihat pemerintah pusat bisa mengalokasikan PSO kepada pemerintah daerah lewat Kementerian Perhubungan atau Kementerian Keuangan. Menurutnya, wacana pengurangan BBM subsidi tepat karena sudah saatnya masyarakat Indonesia, khususnya yang berada di perkotaan, mengurangi ketergantungan terhadap ketergantungan kendaraan pribadi khususnya motor.

Menurut Djoko, pengguna kendaraan bermotor sudah mencapai angka 84,5% dari total penggunaan kendaraan pribadi. Untuk mengurangi polusi dan kemacetan, masyarakat harus didorong menggunakan transportasi publik. Kelak, ketersediaan transportasi publik diharapkan bakal seiring sejalan dengan kebijakan pemerintah untuk membatasi kepemilikan motor.

"Disediakan dulu (transportasi publik), baru ditarik (jumlah motor yang beredar dengan peraturan pembatasan motor). Tapi sayangnya ada juga beberapa kota yang tidak mendukung (transportasi publik), padahal minimal bisa pegawai negerinya disuruh naik transportasi publik. Itu paling gampang," imbuhnya.

Setali tiga uang, Ketua Institut Studi Transportasi (INSTRAN), Darmaningtyas, juga mendukung usulan Bappenas untuk mengurangi subsidi BBM guna mendorong transportasi publik. Dia menjelaskan sudah sejak 20 tahun lalu mendorong pengurangan subsidi BBM mengingat keterbatasan cadangan BBM Indonesia.

Menurutnya, subsidi BBM sebaiknya hanya diberikan untuk angkutan umum yang terdiri angkutan barang dan penumpang agar tidak memicu kenaikan harga barang-barang.

"Subsidi BBM hanya untuk angkutan umum (angkutan barang dan penumpang) agar tidak memicu kenaikan Harga barang-barang dan tarif angkutan terjangkau sehingga orang beralih dari kendaraan pribadi ke angkutan umum," imbuhnya.

Sebelumnya berdasarkan catatan detikcom, Subsidi harga BBM diusulkan dikurangi untuk meningkatkan penggunaan transportasi umum di Indonesia. Sebab selama ini nilai subsidi BBM yang dianggap sudah sangat besar menjadi salah satu faktor penghambat peralihan dari kendaraan pribadi ke angkutan massal.

Direktur Transportasi Kedeputian Sarana dan Prasarana Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas), Tri Dewi Virgiyanti, mengatakan subsidi BBM yang diberikan pemerintah malah membuat masyarakat malas menggunakan transportasi umum.

Menurut Dewi, subsidi BBM membuat harga bensin murah sehingga banyak masyarakat yang lebih memilih untuk menggunakan kendaraan pribadi ketimbang transportasi umum.

Kondisi tersebut terlihat di kota Jakarta. Jakarta sebenarnya memiliki berbagai jenis moda transportasi umum, namun peralihan masyarakat dari transportasi pribadi ke angkutan massal sedikit.

"Mengapa angkutan umum ini masih 10% yang berpindah dari (transportasi) pribadi, karena kita bersaing tidak hanya dengan sesama angkutan umum karena tarifnya, tapi dengan sepeda motor," kata Dewi dalam acara diskusi publik bertema 'Satu Dekade Pembangunan Infrastruktur Transportasi Indonesia', Jumat (17/5/2024).

(rrd/rir)

Hide Ads