Swasta Bakal 'Nebeng' Jaringan PLN Disebut Bentuk Liberalisasi Ketenagalistrikan

Swasta Bakal 'Nebeng' Jaringan PLN Disebut Bentuk Liberalisasi Ketenagalistrikan

Rista Rama Dhany - detikFinance
Sabtu, 07 Sep 2024 09:44 WIB
Tingkatkan aktivitas dan dukung geliat ekonomi masyarakat di Distrik Kaureh Papua, PLN berhasil menyalakan listrik di daerah tersebut 24 jam, kini warga bisa menikmati terangnya listrik seharian penuh.
Ilustrasi/Foto: Istimewa/PLN
Jakarta -

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Pemerintah sedang membahas Rancangan Undang-Undang Energi Baru Terbarukan (RUU EBET), salah satu yang sedang alot dibahas terkait skema power wheeling.

Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi menilai pasal power wheeling dalam RUU EBET melanggar konstitusi, mengurangi pendapatan negara, dan menggerus Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).

"Mengizinkan Independent Power Plant (IPP) menjual listrik secara langsung kepada konsumen merupakan bentuk liberalisasi kelistrikan yang bertentangan dengan konstitusi. Karena cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara," katanya Fahmi Radhi dalam keterangan tertulis, Sabtu (7/9/2024).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurutnya, power wheeling justru akan menggerus pendapatan negara, lantaran 90% penjualan listrik berasal dari pelanggan industri.

"Selain menggerus pendapatan negara, skema power wheeling akan meningkatkan biaya operasional PLN untuk membiayai pembangkit cadangan, yang dibutuhkan menopang Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dan Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) yang bersifat intermittent dipengaruhi matahari dan angin," ungkap Fahmy.

ADVERTISEMENT

Peningkatan biaya operasional itu akan memperbesar harga pokok penyediaan (HPP) listrik. Kalau tarif listrik ditetapkan di bawah HPP, maka negara harus merogoh APBN untuk membayar kompensasi dari biaya operasional ketenagalistrikan.

Membengkaknya pengeluaran APBN untuk kompensasi tersebut sudah pasti akan menggerus APBN yang berpotensi mengurangi anggaran APBN untuk membiayai program strategis Presiden terpilih Prabowo Subianto, termasuk program makan bergizi gratis.

Pembahasan Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBET), yang sempat tertunda, kembali dibahas di Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI).

Salah satu penyebab penundaaan pembahasan RUU EBET itu adalah adanya perbedaan pendapat antar pihak terkait pasal power wheeling (sewa jaringan). Bahkan pasal tersebut sudah didrop pada awal 2023, namun dimunculkan lagi tiga bulan berikutnya. Saat ini RUU EBET dibahas kembali dan sudah dalam tahap perumusan dan sinkronisasi.

Power wheeling merupakan mekanisme yang mengizinkan pihak swasta atau IPP untuk membangun pembangkit listrik EBET sekaligus menjual secara langsung kepada konsumen dengan menggunakan jaringan transmisi dan distribusi milik PLN.

(rrd/rir)

Hide Ads