Pemerintah berencana menyetop ekspor sejumlah komoditas mentah seperti konsentrat tembaga. Sebelumnya pelonggaran ekspor diperpanjang sampai 31 Desember 2024, dan mulai disetop mulai 1 Januari 2025.
Dampak dari larangan ekspor itu, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengungkap akan ada kehilangan penerimaan negara dari bea keluar (BK) ekspor konsentrat tembaga. Direktur Jenderal (Dirjen) Bea dan Cukai Kemenkeu, Askolani mengatakan sampai saat ini nilai BK ekspor tersebut telah mencapai Rp 10 triliun.
"Dampak kebijakan itu di 2025, kemungkinan tidak mendapatkan BK tembaga lagi. Paling tidak kita catat 2024 sampai saat ini BK tembaga bisa mencapai hampir Rp 10 triliun, dan akan kemungkinan lebih dari Rp 10 triliun," ungkap dia dalam konferensi pers APBN KiTa, Jumat (8/11/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kemudian, Askolani mengatakan jika kebijakan itu diterapkan maka penerimaan dari bea keluar hanya fokus dari Crude Palm Oil (CPO) yang dalam setahun mencapai Rp 5 triliun.
"Tentunya akan melihat ketentuan di ESDM yang akan mengatur. Rencananya di awal Januari 2025 sudah tidak diizinkan lagi ekspor konsentrat tembaga sejalan dengan hilirisasi," ucapnya.
Meski akan kehilangan Rp 10 triliun per tahun dari penyetopan ekspor konsentrat tembaga, Askolani mengatakan hilirisasi komoditas itu akan menambah nilai investasi Indonesia dengan hadirnya smelter. Selain itu hilirisasi juga akan menambah penerimaan dari Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
"Kehilangan BK tembaga dampaknya positif dari aspek lainnya yang lebih luas. Hilirisasi akan menambahkan investasi, tentunya dengan membangun smelter akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Hilirisasi akan menyebabkan PPN dan PPh dari perusahaan. Ketiga, kebijakan itu akan menambah tenaga kerja, kemudian itu yang kita pantau dan kita akan laksanakan di 2025,"pungkasnya.
Sebelumnya, pemerintahan Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi) telah memperpanjang izin ekspor lima komoditas mentah seperti, konsentrat besi laterit, konsentrat tembaga, konsentrat seng, konsentrat timbal, dan lumpur anoda (anoda slime). Kelima komoditas itu diperbolehkan untuk diekspor sampai 31 Desember 2024, tetapi akan dilarang mulai 1 Januari 2025.
Kala itu, Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri, Kementerian Perdagangan (Kemendag) Budi Santoso mengatakan tujuan relaksasi ekspor pertambangan yang dilakukan pemerintah agar tercipta industri pengolahan dan/atau pemurnian di dalam negeri yang dapat mengekspor produk pertambangan bernilai tambah.
"Relaksasi kebijakan dan pengaturan ekspor atas beberapa komoditas produk pertambangan, seperti konsentrat besi laterit, konsentrat tembaga, konsentrat seng, konsentrat timbal, dan lumpur anoda penting dilakukan. Hal ini bertujuan untuk menjamin kepastian berusaha di dalam negeri, menciptakan iklim usaha yang baik, dan meningkatkan ekspor atas produk yang bernilai tambah," ungkap dia dalam keterangan tertulis, dikutip Kamis (6/6/2024).
Saksikan juga video: Tony Wenas Optimistis Freeport Jadi Tambang Tembaga Terbesar Dunia