Direksi BUMN Holding sektor pertambangan MIND ID rapat dengar pendapat bersama dengan Komisi XII DPR. Dalam kesempatan tersebut, Direktur Utama (Dirut) MIND ID, Hendi Prio Santoso meminta dukungan Komisi XII agar membatasi pembangunan jumlah smelter.
Hendi mengatakan Komisi XII mempunyai pengaruh dalam membuat tata niaga dan tata kelola. Sebab, dia menilai dari sisi regulasi, Komisi XII menjadi pengawas sekaligus pembina di sektor pertambangan.
"Karena aspek regulasi tentunya Komisi XII menjadi pengawas dan pembina sektor, maka kami berharap agar ada dukungan dari sisi tata kelola, maka mohon adanya pembatasan jumlah smelter yang dilakukan," kata Hendi Di Gedung DPR, Jakarta Pusat, Rabu (4/12/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia menjelaskan banyaknya jumlah smelter dapat membuat oversupply atau kelebihan pasokan dari sisi pasar dunia. Apabila sudah oversupply, otomatis harganya jatuh, seperti yang terjadi salah satu komoditas produksinya, feronikel.
"Kalau oversupply seperti yang sudah terjadi di feronikel, harganya jatuh. Karena oversupply yang secara tidak langsung dan tidak sengaja mungkin dilakukan sehingga sekarang harga feronikel Itu hampir tidak bisa menutupi biaya produksi," imbuh Hendi.
Lebih lanjut, dia juga meminta dukungan agar dapat membangun Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) untuk konsumsi sendiri. Dia menyebut kebutuhan pasokan listrik untuk konsumsi sendiri ini dilakukan karena ingin membangun smelter-smelter ke depan.
"Dan kemudian kami mempunyai kebutuhan dalam langkah pengembangan ke depan untuk dapat energi 5 gigawatt. 5 gigawatt ini tidak ada dalam RUPTL sehingga kami mohon izin agar diberikan lebih leluasa menyediakan listrik untuk kebutuhan sendiri karena kita akan membangun smelter-smelter," jelas Hendi.
Kemudian, dia juga meminta agar pemerintah menetapkan kuota produksi untuk mineral kritis dan mineral strategis nasional. Langkah ini diambil agar Indonesia dapat menjaga stabilisasi harga di pasar dunia.
"Contohnya di masa lalu, seperti kita tidak mempunyai batasan atau pemahaman mengenai konteks supply demand dunia. Akhirnya waktu di masa lalu, produksi timah kita membanjiri pasar dunia. Akhirnya harganya jatuh signifikan. Yang rugi juga negara kita karena kita tidak bisa menerima hasil devisa yang optimal. Jadi saya harap kita selaku regulator dalam memberikan kuota produksi itu juga memperhatikan agar produksi yang diberikan itu tidak melebihi demand supply dunia. Karena sudah terbukti di masa lalu, harga timah itu hancur karena oversupply yang dilakukan oleh Indonesia," terang Hendi.
(hns/hns)