Ekonomi Provinsi Bangka Belitung (Babel) disebut makin terpuruk sejak pengusutan kasus tata kelola pengelolaan timah yang ditaksir telah merugikan negara Rp 300 triliun.
Pengamat Pertambangan Ferdy Hasiman Mengatakan, Sebagai daerah penghasil timah terbesar dunia, ekonomi Bangka tentu akan berfluktuasi akibat naik-turunnya harga di pasar timah global. Namun, Bangka Belitung bisa keluar dari kemelut itu. Itu terbukti sampai sekarang Bangka Balitung menjadi daerah dengan daya tahan ekonomi paling kuat di Indonesia meskipun diterpa angin kencang korupsi tata niaga timah.
"Salah satu faktor kunci untuk menjaga stabilitilitas ekonomi di Bangka Belitung kedepan adalah keberhasilan pemerintah memperbaiki tata kelola industri timah. Dengan menjaga transparansi dalam rantai pasok dan kolaborasi yang baik antara Pemerintah dan para pengusaha timah dalam bungkus penerapan regulasi ketat akan menjadi kunci penting keuntungan dari industri timah dapat dinikmati secara maksimal oleh masyarakat Bangka Belitung," ungkap". Jelas Ferdy di Jakarta, Minggu (22/12/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ferdy menambahkan, tak bisa dipungkiri, Ekonomi Bangka Belitung memang bertumpu pada timah. Namun, Bangka Balitung sudah mulai melakukan diversifikasi ekonomi dengan pengembangan sektor pariwisata, perikanan, dan UMKM. Sektor-sektor ini menjadi alternatif menjanjikan ke depan.
Itu sudah dikonfirmasi data Badan Pusat Statistik (BPS). Meskipun kontribusi sektor pertambangan terhadap PDRB Bangka Belitung menurun secara persentase, sektor-sektor lain seperti perdagangan, pariwisata, dan jasa justru tumbuh signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa ekonomi Bangka Belitung tidak hanya bertumpu pada timah, tetapi mulai bergerak menuju struktur ekonomi yang lebih seimbang.
Pertumbuhan ekonomi Bangka Belitung pada tiga kuartal di tahun 2024 memang mengalami perlambatan. Namun, ekonomi Babel masih tumbuh. Pada triwulan III-2024 tumbuh sebesar 0,13 persen. Secara kumulatif dari Januari-September 2024, perekonomian Bangka Belitung tumbuh sebesar 0,71%.
Di sisi lain, ditengah perbaikan tata kelola timah, ekspor kumulatif timah Indonesia selama 10 bulan pertama tahun 2024 mencapai 34.206,86 metrik ton. Sementara, PT Timah Tbk, salah satu perusahaan pertambangan terbesar di Indonesia, baru mencatatkan penjualan sebesar 13.441 metrik ton hingga September 2024. Produksi PT Timah belum mencapai setengah dari total ekspor timah Indonesia.
Perbaikan tata kelola timah melalui penegakan hukum yang dilakukan Kejaksaan Agung tidak boleh dimatikan, praktik-praktik culas di pertambangan timah ilegal perlu perbaikan. Butuh langkah konkrit agar perbaikan tata kelola timah bukan hanya euforia semata.
"Berkaca dari kasus ini, korupsi tata niaga timah memiliki dampak luas yang merugikan. Selain mengurangi pendapatan negara, praktik ini juga merusak kepercayaan investor dan menciptakan ketidakadilan ekonomi. Di tingkat lokal, masyarakat yang seharusnya mendapat manfaat dari industri timah justru sering kali menjadi korban eksploitasi para elit dan kerusakan lingkungan semakin masif," pungkas Ferdy.
(rrd/rir)