Siapa yang Berhak Menghitung Kerugian Negara di Kasus Timah?

Siapa yang Berhak Menghitung Kerugian Negara di Kasus Timah?

Rista Rama Dhany - detikFinance
Minggu, 12 Jan 2025 18:01 WIB
Indonesia menjadi salah satu negara di dunia yang mampu memproduksi mineral timah dalam jumlah besar. Kemana Timah Indonesia larinya? 

Dalam pengoperasiannya, pemerintah menunjuk PT Timah (Tbk) untuk menambang mineral timah yang berada di Kepulauan Bangka Belitung, Kepulauan Riau, dan Provinsi Riau.
Ilustrasi/Foto: Rachman_punyaFOTO
Jakarta -

Bambang Hero Saharjo, ahli yang menghitung kerugian negara di kasus mega korupsi timah digugat karena kajiannya dianggap janggal. Dalam kajiannya, Bambang menghitung kerugian negara dari rusaknya lingkungan di kasus ini mencapai Rp 271 triliun.

Kuasa Hukum mantan Dirut PT Timah Mochtar Riza Pahlevi, Junaedi Saibih, menjelaskan sesuai dengan ketentuan Pasal 4 ayat 2 Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 7 tahun 2014 disebutkan bahwa ahli harusnya ditunjuk oleh pejabat eselon I yang tugas dan fungsinya bertanggung jawab di bidang penataan hukum lingkungan Instansi Lingkungan Hidup Pusat atau pejabat eselon II Instansi Lingkungan Hidup daerah.

Sementara itu, Guru Besar Hukum Pidana Universitas Padjajaran (Unpad), Romli Atmasasmita dalam kesaksiannya pada salah satu sidang terkait perkara timah ini menilai, penghitungan kerugian negara seharusnya hanya dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Ini bertentangan dengan klaim Bambang Hero yang menyebut dirinya punya kompetensi untuk melakukan penghitungan kerugian.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Terkait Kompetensi Prof Bambang Hero Saharjo, mantan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia 2011-2014, Amir Syamsuddin menegaskan bahwa Permen LH N0 7 Tahun 2014 yang ditandatanganinya selaku menteri disusun secara cermat disertai kajian akademik.

Dalam Permen tersebut, ahli harusnya ditunjuk oleh pejabat eselon I yang tugas dan fungsinya bertanggung jawab di bidang penataan hukum lingkungan Instansi Lingkungan Hidup Pusat atau pejabat eselon II Instansi Lingkungan Hidup daerah, bukan ditunjuk atau diminta penyidik, mantan Menteri Hukum dan HAM yang menandatangani Permen LH N0 7 Tahun 2014 menjawab tegas harus sesuai dengan yang tertera dalam aturan hukum tersebut.

ADVERTISEMENT

"Sepanjang tidak ada perubahan maka tetap berlaku seperti yang tertera dalam aturan tersebut. Tidak bisa ditafsirkan lain. Permen itu disusun dengan kajian, tidak asal-asalan," pungkas Amir Syamsuddin.

Sebelumnya, Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Putra Putri Tempatan (Perpat) Babel, Andi Kusuma, melaporkan guru besar IPB, Bambang Hero Saharjo, ke Polda Babel. Andi mempolisikan Bambang dengan tuduhan memberikan keterangan palsu.

"Di sini (Bambang) kami laporkan Pasal 242 KUHPidana. Karena pada saat dihadirkan di persidangan sebagai saksi dari Kejagung, di situ disampaikan malas untuk menjawab (rincian kerugian negara)," jelas Andi, dilansir detikSumbagsel, Jumat (10/1/2025).

Pasal 242 KUHP itu mengatur hukuman pelaku pemberi keterangan palsu di atas sumpah. Menurut Andi, Bambang bukanlah seorang ahli perhitungan kerugian negara.

Dia menilai Bambang tidak kompeten melakukan penghitungan kerugian lingkungan dalam kasus timah. Total kerugian negara dalam kasus ini mencapai Rp 271 triliun.

(rrd/rir)

Hide Ads