RI Menang di WTO, Airlangga: Bukti Indonesia Bisa Fight dan Bisa Menang

RI Menang di WTO, Airlangga: Bukti Indonesia Bisa Fight dan Bisa Menang

Inkana Izatifiqa R. Putri - detikFinance
Jumat, 17 Jan 2025 16:01 WIB
Airlangga Hartarto
Foto: dok. Kemenko Perekonomian
Jakarta -

Melalui Panel Report (Laporan Hasil Putusan Panel) pada 10 Januari lalu, World Trade Organization (WTO) memutuskan Uni Eropa telah melakukan diskriminasi dengan memberikan perlakuan yang tidak adil dan merugikan bagi minyak sawit dan biofuel Indonesia.

Putusan ini menjadi titik terang perjalanan panjang melawan diskriminasi Uni Eropa terhadap komoditas kelapa sawit Indonesia.

"Kemarin kita menang di WTO untuk kelapa sawit. Jadi itu satu hal yang membuktikan bahwa dalam kasus kelapa sawit dan biodiesel, diakui Eropa melakukan diskriminasi terhadap Indonesia. Kemenangan ini merupakan bukti bahwa negara Indonesia, kita bisa fight dan kita bisa menang," ungkap Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam keterangan tertulis, Jumat (17/1/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kemarin khusus untuk sawit, kita fight di REDD dan kita menang. Sehingga biodiesel yang sekarang kita ambil sebagai sebuah kebijakan, itu mau nggak mau dunia harus menerima, bahwa tidak hanya biodiesel berbasis rapeseed, soybean, dan yang lain, tetapi juga yang berbasis daripada CPO," imbuhnya.

Selanjutnya, WTO menyampaikan Uni Eropa tidak melakukan evaluasi yang tepat terhadap data untuk menetapkan biofuel yang berasal dari alih fungsi lahan kelapa sawit berisiko tinggi (high ILUC-risk).

ADVERTISEMENT

Selain itu, terdapat kekurangan dalam penyusunan dan penerapan kriteria serta prosedur sertifikasi risiko rendah ILUC (low ILUC-risk) dalam Renewable Energy Directive (RED) II.

Putusan WTO tersebut juga menyebutkan bahwa dalam konteks implementasi dari The French TIRIB (The Incentive Tax Relating to Incorporation Biofuels) atau insentif pajak penggunaan biofuel dalam sistem transportasi Prancis telah terbukti melakukan diskriminasi terhadap biofuel berbasis kelapa sawit. Adapun pihak Uni Eropa hanya menerapkan insentif pajak bagi biofuel berbasis minyak rapeseed dan soybean.

Airlangga menjelaskan putusan tersebut akan diadopsi dalam waktu 60 hari dan akan mengikat bagi Indonesia dan Uni Eropa. Uni Eropa pun diminta untuk dapat menyesuaikan kebijakan dalam Delegated Regulation terkait hal-hal yang tidak sesuai dengan aturan dari WTO.

Lebih lanjut, Airlangga menjelaskan keputusan tersebut tentu akan berdampak pada kebijakan yang diambil Uni Eropa, yakni European Union Deforestation Regulation (EUDR).

Adapun sebelumnya, Uni Eropa secara resmi mengadopsi proposal penundaan implementasi EUDR selama 1 tahun hingga 30 Desember 2025 mendatang yang mengindikasi ketidaksiapan Uni Eropa.

Keputusan WTO tersebut, lanjut Airlangga, tentu menjadi tambahan kekuatan bagi Indonesia yang tengah berupaya menentang kebijakan EUDR.

Ia mengatakan Indonesia akan terus menentang kebijakan yang bersifat diskriminatif dan tidak pro rakyat, terlebih mempertimbangkan terdapat lebih dari 41% penggarap kebun kelapa sawit di Indonesia merupakan pekebun rakyat.

Airlangga menambahkan, momen ini dapat memberikan kesempatan bagi Indonesia dan Malaysia untuk memperkuat strategi implementasi agar komoditas sawit tidak mengalami diskriminasi kembali.

"Dengan kemenangan ini, saya berharap bahwa cloud ataupun yang selama ini menghantui perundingan IEU-CEPA ini bisa hilang dan dan kita bisa segera selesaikan IEU-CEPA," pungkas Airlangga.




(prf/ega)

Hide Ads