Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyebutkan bahwa impor LPG dan impor Bahan Bakar Minyak (BBM) yang dilakukan Indonesia merupakan salah satu biang kerok dari melemahnya rupiah terhadap dolar AS.
Pasalnya kata Bahlil, konsumsi LPG Indonesia berkisar 8 juta ton per tahun sedangkan produksi LPG hanya mencapai 1,4 juta ton per tahun.
"Jadi kita impor produk ini sekitar 6-7 juta ton per tahun," katanya di Hotel The Westin Jakarta, Kamis (30/1/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di mana pemerintah mengalokasikan anggaran sebesar Rp 87 triliun untuk mensubsidi LPG 3 kg. Sementara untuk impor mentah, BBM dan LPG kata Bahlil pemerintah mengeluarkan anggaran sebesar Rp 500 triliun.
"Itulah kemudian salah satu penyebab kenapa nilai tukar rupiah kita agak sedikit menurun terhadap dolar. Karena memang permintaan kita terhadap dolar tinggi. Akibat karena kita butuh untuk beli crude," katanya.
Bahlil mengatakan, langkah ke depan yang dilakukan agar tidak bergantung terhadap impor terutama pada gas yakni dengan mengoptimalkan bahan baku LPG (propana/C3 dan butana/C4).
Di mana akan dibangun fasilitas baru untuk memproses bahan baku ini sehingga bisa menghasilkan LPG sebanyak 1,6 juta ton per tahun.
"Jadi 1,6 juta ton yang baru, 1,4 juta ton existing, berarti sudah 3 juta ton yang dapat mengurangi impor," katanya.
Selebihnya, Bahlil mengatakan akan melakukan intervensi melalui pembangunan jaringan gas (jargas) untuk mengurangi ketergantungan pada LPG dalam rumah tangga.
(kil/kil)