Wakil Ketua MPR RI Eddy Soeparno menegaskan transisi energi dari fosil ke terbarukan tak terelakkan dan terjadi di seluruh dunia, termasuk Indonesia.
"Bahkan di Indonesia, kita telah memiliki peta jalan kelistrikan yang dirancang dengan matang untuk menavigasi Indonesia menuju Net Zero Emission di tahun 2060 atau lebih awal," ungkap Eddy dalam keterangan tertulis, Jumat (28/3/2025).
Hal ini disampaikannya saat menjadi pembicara di Diskusi Terfokus Policy Center ILUNI UI bertajuk 'Mendukung Percepatan Implementasi Asta Cita (Energi, Infrastruktur, Kelautan & Pemerintahan)' di Jakarta, Kamis (28/03). Meskipun Indonesia berkomitmen melakukan program dekarbonisasi, ia menekankan transisi energi tak boleh mengorbankan ketahanan energi nasional.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia mengungkapkan, meskipun Indonesia berkomitmen melakukan program dekarbonisasi, namun hal ini tidak boleh mengorbankan ketahanan energi nasional.
"Artinya kita wajib memastikan bahwa setiap langkah yang diambil dalam rangka transisi energi justru akan menguatkan ketahanan energi dan tidak sebaliknya," lanjut Eddy.
Waketum PAN ini menyoroti ketahanan energi nasional yang masih rentan akibat paradoks yang terjadi saat ini.
Di satu pihak, Indonesia memiliki sumber energi fosil dan terbarukan yang melimpah, namun di pihak kebutuhan energi seperti minyak mentah, BBM dan LPG masih bersumber dari impor.
"Salah satu target transisi energi yang kita lakukan adalah menyediakan sumber energi yang bersih, handal dan terjangkau. Selain itu transisi energi juga bertujuan mengurangi, bahkan mengeliminir sama sekali kebutuhan impor energi yang selama ini dilakukan. Hal ini telah kita buktikan dengan mengurangi impor solar secara drastis dengan memaksimalkan campuran biodiesel (B40)," ucapnya.
"Jika BBM jenis Pertalite juga dicampur biofuel dengan kandungan 40 bahkan 50%, niscaya kita akan memiliki BBM yang lebih ramah lingkungan dan mereduksi kebutuhan impor gasoline secara drastis," sambung Eddy.
Eddy juga menyoroti peran teknologi yang ke depannya akan mampu menangkap emisi karbon, sehingga pemanfaatan energi fosil seperti batubara masih dapat dipergunakan.
"Melalui teknologi CCS (Carbon Capture and Storage) misalnya, kita akan mampu menangkap emisi karbon yang dihasilkan oleh PLTU batubara, pabrik semen, besi baja, petrokimia dan lain-lain, sehingga sumber daya batubara yang kita miliki di Indonesia akan tetap termanfaatkan di masa mendatang," jelasnya.
"Saat ini pemanfaatan CCS memang masih cukup mahal, namun dengan berkembangnya teknologi dan tumbuhnya ekonomi karbon di Indonesia, saya percaya bahwa CCS akan semakin ekonomis sehingga pemanfaatannya akan semakin luas," ujar Eddy.
Eddy mengajak seluruh anggota ILUNI UI berkontribusi lewat pengalaman dan pemikiran mereka, sehingga kebijakan yang dihasilkan nantinya benar-benar tepat guna dan sasaran.
"ILUNI UI merupakan wadah besar yang berisi praktisi, ahli dan pelaku di berbagai bidang, ditambah dengan kalangan akademia. Ini adalah ruang berkumpul dan titik temu SDM unggul yang yang dapat melahirkan pemikiran dan gagasan untuk mendukung berbagai kebijakan nasional agar roda perekonomian dan roda pembangunan bisa melaju kencang," papar Eddy.
"Toh ILUNI UI tidak pernah meminta proyek atau jabatan, sehingga pemikiran yang lahir dari ILUNI UI murni untuk kebaikan dan kemajuan bangsa yang kita cintai ini," pungkasnya.
Simak juga Video: Seputar Kolaborasi Riset Transisi Energi Indonesia-Australia
(akn/ega)