Tambang timah masih menjadi tumpuan utama ekonomi di Provinsi Bangka Belitung sejak era kolonial hingga kini. Namun, di tengah potensi ekonomi yang besar, aktivitas penambangan ilegal terus menjadi persoalan kronis yang belum kunjung tuntas.
Tambang ilegal tidak hanya menciptakan masalah hukum, tapi juga mengancam kelestarian lingkungan dan keberlanjutan sumber daya timah. Aktivitas ini banyak dilakukan di kawasan yang seharusnya dilindungi, bahkan sering kali menjarah wilayah yang sudah memiliki izin resmi atau berada di luar area konsesi perusahaan pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP).
Pengamat Pertambangan dan Energi, Ferdi Hasiman menilai pemerintah tidak bisa lagi membiarkan praktik tambang ilegal terus berlangsung. Menurutnya, penambangan yang dilakukan tanpa aturan hanya akan merusak ekosistem, menabrak tata ruang wilayah, dan merugikan negara.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jangan hanya untuk kebutuhan ekonomi sesaat tapi justru mengorbankan kepentingan publik. Sumber daya alam memang untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, tapi bukan berarti boleh dikelola secara serampangan," kata Ferdi, Rabu (16/4).
Ferdi menyebut, tambang ilegal juga bisa mengganggu upaya pemerintah mendorong hilirisasi dan industrialisasi timah di dalam negeri. Jika rantai pasok timah tidak bisa diawasi, maka praktik curang akan semakin sulit dihentikan.
"Indonesia sudah masuk ke era hilirisasi tambang, harus ada produk hilir. Tapi kalau tambang ilegal masih marak, ini bisa ganggu proses industrialisasi. Kita enggak tahu hasil tambangnya dijual ke mana, dan negara pun makin dirugikan," tambahnya.
Ferdi menekankan pentingnya menjaga keberlanjutan sumber daya timah karena sifatnya yang tidak dapat diperbarui. Ia mendorong pemerintah dan aparat penegak hukum bertindak tegas, serta mengedukasi masyarakat agar tidak terus bergantung pada tambang ilegal.
"Jangan menambang sesuka hati. Bahan tambang ini cepat habis. Makanya ada IUP, supaya produksi timah bisa dikendalikan dan cadangannya terjaga. Penambangan ilegal hanya akan menambah kerugian negara dan memperburuk kondisi sosial," ujarnya.
Sebagai solusi, Ferdi menyarankan pola kemitraan antara masyarakat dan pemilik IUP sebagai jalan tengah. Skema ini dinilai lebih adil dan berkelanjutan karena masyarakat tetap bisa terlibat dalam tambang, namun di bawah pengawasan dan aturan yang jelas.
"Kalau ada kemitraan, ada pembinaan profesional. Penerimaan negara dan daerah jadi jelas, penambangan lebih tertib, dan lingkungan juga terjaga," katanya.
Ferdi menegaskan bahwa perbaikan tata kelola pertimahan perlu jadi komitmen semua pihak. Jika tidak ditangani serius, dampaknya bukan hanya pada lingkungan, tapi juga bisa menghambat masuknya investasi dan memukul industri tambang nasional.
Lihat juga Video Temui Kapolda-AKP Dadang, Komisi III: Sikat Tambang Ilegal, Siapapun Bekingannya