Bahlil Akui Masih Tahan Ekspor Gas Bumi, Ini Alasannya

Bahlil Akui Masih Tahan Ekspor Gas Bumi, Ini Alasannya

Retno Ayuningrum - detikFinance
Senin, 11 Agu 2025 14:19 WIB
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia (tengah) bersama Menteri Sekretaris Negara, Prasetyo Hadi (kanan) dan Sekretaris Kabinet Teddy Indra Wijaya (kiri) bersiap menyampaikan keterangan terkait izin tambang nikel Kepulauan Raja Ampat di Kantor Kepresidenan, Jakarta, Selasa (10/6/2025). Pemerintah mencabut empat izin usaha pertambangan (IUP) nikel di Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya, antara lain milik PT Anugerah Surya Pratama (PT ASP) di Pulau Manuran, PT Kawei Sejahtera Mining (PT KSM) di Pulau Kawei, PT Mulia Raymond Perkasa (MRP) di Pulau Manyaifun dan Pulau Batang Pele. Serta PT Nurham Pulau Waegeo karena ditemukan sejumlah pelanggaran. ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/nz
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia/Foto: ANTARA FOTO/0/3504365
Jakarta -

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengakui pemerintah tengah menahan ekspor gas bumi. Hal ini dilakukan demi menjaga kepentingan neraca komoditas dalam negeri.

Mulanya, Bahlil menerangkan pemanfaatan gas bumi dalam negeri sebagian besar digunakan untuk domestik, seperti peningkatan produksi minyak dan gas (migas), hilirisasi untuk industri dan pupuk, LNG, LPG, hingga jaringan gas bumi untuk rumah tangga (jargas). Total pemanfaatan untuk penggunaan domestik sebesar 69% atau setara 3.877 billion british thermal units per day (BBTUD).

Bahlil mengatakan, hilirisasi migas dapat memberikan keuntungan, di antaranya memberikan nilai tambah dalam negeri, menjaga neraca perdagangan, hingga mengerek pertumbuhan ekonomi daerah.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Nah ekspornya 31%. Nah, memang kemarin, banyak hal yang menjadi diskusi. Kenapa kita menahan sebagian ekspor? Karena kami ingin menjaga neraca komoditas kita," kata Bahlil dalam acara konferensi pers di Kementerian ESDM, Jakarta Pusat, Senin (11/8/2025).

ADVERTISEMENT

Presiden Prabowo Subianto telah mengintruksikan agar dapat memanfaatkan semaksimal mungkin produksi dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan domestik. Lalu, ekspor menjadi pilihan terakhir apabila produksi dalam negeri berlebih.

"Kalau kemudian kita lebih, baru kita ekspor, tapi kita kan harus menghargai kontrak KKKS. Kontrak-kontrak yang sudah dilakukan sebelum proses produksi berjalan, kita harus hargai. Karena kalau tidak, itu juga akan tidak menguntungkan persepsi global terhadap negara kita. Sampai dengan sekarang, kita masih gas rem," imbuh Bahlil.

Lihat juga Video: IPA Convex 2024 Jadi Momentum Bagi Ketahanan Energi Indonesia

(rea/ara)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads