Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengabarkan saat ini pemerintah Indonesia dan Amerika Serikat (AS) masih melakukan penjajakan lebih lanjut terkait minat AS terhadap mineral kritis RI. Artinya kata Bahlil, belum ada keputusan resmi terkait kelanjutan hal tersebut.
Adapun permintaan akses penuh terhadap mineral kritis RI tersebut merupakan salah satu poin dalam kesepakatan Indonesia-AS pada negosiasi tarif resiprokal.
"Masih omon-omon. Masih lobi-lobi," kata Bahlil saat ditanya soal perkembangan AS yang meminta akses penuh mineral kritis RI, Senin (11/8/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Terkait program hilirisasi, Bahlil menegaskan bahwa kebijakan hilirisasi mineral di Indonesia bersifat terbuka dan memberikan perlakuan setara bagi semua negara. Artinya, tidak akan ada perlakuan khusus bagi negara tertentu.
"Hilirisasi ini adalah program prioritas Presiden. Hilirisasi ini memberikan kesempatan kepada semua negara dengan equal treatment. Mau China, mau Jepang, mau Amerika, mau Eropa, semuanya sama. Kita akan mengurus mereka dan memberikan kesempatan yang sama. Jadi nggak ada perlakuan khusus," tegasnya.
Sebelumnya, Bahlil menegaskan bahwa kerja sama terkait permintaan akses penuh terhadap mineral kritis akan tetap mengikuti aturan yang berlaku di Indonesia. Saat ini, pemerintah tengah menggaungkan hilirisasi. Artinya, pengiriman tembaga ke AS nantinya tidak berupa bahan baku, melainkan hasil dari proses hilirisasi.
"Dalam negosiasi itu, aturan-aturan di dalam negeri tetap diterapkan. Jadi, andaikan pun kita harus mengirim tembaga, saya pastikan sesuai ketentuan. Tapi sepengetahuan saya, semuanya dalam kerangka aturan yang berlaku di negara kita," ujar Bahlil saat ditemui di Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (18/7/2025).
Simak juga Video: LPS Sebut RI Tak Rugi soal Nego Tarif AS 19%, Ini Alasannya