Berkaca dari kasus tata kelola timah yang diperkirakan merugikan negara hingga Rp 300 triliun, PT Timah Tbk membentuk satuan tugas (Satgas) khususnya yang bertugas mengamankan wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) milik perusahaan.
Direktur Utama PT Timah Tbk, Restu Widiyantoro menjelaskan pada umumnya Satgas internal yang dibentuk Persero ini memiliki tugas utama untuk mencegah terjadinya kasus penambangan ilegal di kawasan IUP perusahaan.
"Satgas Internal dari PT Timah yang selama ini membantu kami untuk memperbaiki situasi di IUP. Di sini kami laporkan Satgas ini mendapat tugas utama yang pertama adalah melakukan penyekatan atau pemagaran wilayah Bangka Belitung supaya tidak bisa dimasuki kegiatan-kegiatan timah ilegal," kata Restu dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VI DPR RI, Senin (22/9/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain membatasi wilayah pertambangan milik perusahaan, kedua, Satgas Internal ini juga melakukan penertiban penambangan ilegal di kawasan IUP PT Timah. Menurut Restu peran Satgas ini menjadi penting untuk menjaga ketertiban di sekitar wilayah tambang.
Selain itu, secara tidak langsung keberadaan Satgas ini juga membantu perusahaan untuk menjaga daya saing produk. Sebab tak jarang hasil tambang ilegal dijual dengan harga jauh di bawah harga standar yang membuat daya saing produk perusahaan ikut jatuh.
"kami menyadari selama ini di Bangka Belitung itu bersaing bebas atau head-to-head antara yang legal dengan yang ilegal. Itu berhadapan-hadapan langsung di lapangan di wilayah Bangka Belitung antara yang legal dengan yang ilegal," jelasnya.
"Selama ini kami merasa kalah dengan yang ilegal. Kenapa kalah? Karena yang namanya ilegal tidak pernah membayar pajak, tidak pernah membayar royalti, dan sebagainya. Tetapi kami selalu pada posisi kalah karena royalti harus dibayar, kemudian jasa reklamasi juga harus dibayar. Sehingga secara bersaing bebas di lapangan di Bangka Belitung, kami tidak bisa bersaing," ucap Restu lagi.
Selain itu, dengan penertiban tambang ilegal ini PT Timah secara otomatis juga bisa meningkatkan produksi bijih timah dan bijih logam. Dengan begitu ia optimis dapat mencapai target produksi perusahaan pada 2025 sebanyak 21.000 ton.
"Dengan perkuatan Satgas Nanggala yang sekarang sudah mulai bergabung dengan kami, itu kami berharap atau sangat optimis untuk bisa mencapai 6.500 ton per bulan. Sehingga sampai dengan empat bulan terakhir, September, Oktober, November, Desember, kami bisa mencapai target," paparnya.
Di luar itu, saat ditanya terkait kolaborasi dengan Satgas Tambang Ilegal bentukan pemerintah seperti Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH) untuk penertiban pertambangan dalam kawasan hutan, ia mengaku tidak tahu lebih jauh.
"Kami tidak tahu karena itu datangnya dari atas ya. Kan kami internal PT Timah, hanya mendapat mandat ada Satgas. Tapi tugasnya apa, kekuatannya, jumlahnya berapa, itu bukan kewenangan kami. Kan kami internal PT Timah, jadi nggak tahu," ucapnya saat ditemui wartawan usai rapat.
"Kalau kami internal itu ada namanya Satgas Internal, namanya Satgas Nanggala, itu internal, sudah tiga bulan yang lalu. Tapi kalau yang eksternal yang dari pemerintah itu kami nggak tahu. Karena memang belum, jadi bukan kewenangan kami untuk masuk. Jadi kami hanya menerima saja," sambung Restu.
Sebagai informasi, Kejagung telah menetapkan PT Refined Bangka Tin (RBT), PT Sariwiguna Bina Sentosa (SBS), PT Stanindo Inti Perkasa (SIP), PT Tinindo Inter Nusa (TIN), dan CV Venus Inti Perkasa (VIP) sebagai tersangka korporasi dalam kasus dugaan korupsi tata niaga komoditas timah wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah Tbk tahun 2015-2022.
Salah satu terdakwa dalam kasus tersebut adalah Tamron alias Aon, yang merupakan beneficial owner CV Venus Inti Perkasa dan PT Menara Cipta Mulia. Selain itu kasus ini juga menjerat suami dari aktris Sandra Dewi, Harvey Moeis, hingga menahan crazy rich PIK Helena Lim dan masih banyak lagi.
(igo/fdl)