Kalah Lawan RI di WTO, UE Ajukan Banding soal Sengketa Biodiesel

Kalah Lawan RI di WTO, UE Ajukan Banding soal Sengketa Biodiesel

Aulia Damayanti - detikFinance
Jumat, 03 Okt 2025 09:55 WIB
Kilang Pertamina Internasional (KPI) sebagai Subholding Refining & Petrochemical mendukung program Pemerintah terkait penerapan bahan bakar minyak (BBM) jenis solar dengan campuran bahan bakar nabati biodiesel berbasis minyak sawit sebesar 40 persen atau B40 mulai 1 Januari 2025.
Foto: Rista Rama Dhany
Jakarta -

Uni Eropa mengajukan banding atas keputusan Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO) yang menyatakan Indonesia menang dalam sengketa biodiesel. Sengketa ini tekait penerapan bea imbalan terhadap impor produk biodiesel dari Indonesia, atau dikenal dengan Sengketa D5618.

UE menuduh Indonesia memberikan subsidi ilegal yang menyebabkan ancaman kerugian material bagi industri biodiesel di Eropa. Atas dasar itu, sejak November 2019, UE mengenakan bea masuk imbalan sebesar 8%-18% terhadap biodiesel asal Indonesia.

Kemudian, Indonesia menggugat melalui mekanisme sengketa WTO pada Agustus 2023. Dua tahun kemudian, tepatnya Agustus 2025, Panel WTO memutuskan memenangkan Indonesia dalam kasus DS618.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menanggapi langkah banding UE, pemerintah Indonesia menyesalkan langkah tersebut karena banding itu diajukan ke Badan Banding WTO yang saat ini tidak berfungsi (appeal into the void).

"Keputusan UE untuk mengajukan banding terhadap putusan Panel Sengketa DS618 tidak relevan. Proses pengambilan keputusan panel telah dilakukan sesuai prosedur, serta dipimpin panelis berpengalaman dan kredibel. Langkah banding ini kurang sejalan dengan semangat penguatan hubungan ekonomi," tegas Menteri Perdagangan Budi Santoso, dalam keterangannya, Jumat (3/10/2025).

ADVERTISEMENT

Budi menyatakan, Pemerintah Indonesia tetap menghormati hak prosedural UE untuk mengajukan banding. Namun, Badan Banding WTO saat ini tidak berfungsi akibat blokade Amerika Serikat terhadap pengisian keanggotaan, sehingga tidak ada kuorum minimum untuk memproses kasus banding.

Kondisi ini menimbulkan pertanyaan mengenai niat baik dan komitmen UE dalam menyelesaikan sengketa secara adil.

"Banding memang merupakan hak setiap anggota WTO. Namun, langkah UE ini bisa dipandang sebagai upaya mengulur waktu. Karena itu, Indonesia mendorong UE untuk bekerja sama secara konstruktif, mengadopsi putusan panel, serta turut mengatasi kelumpuhan sistem penyelesaian sengketa WTO. Selanjutnya, Indonesia akan mengambil langkah strategis untuk mengamankan dan memperluas akses pasar biodiesel ke UE," pungkas Budi.

Adapun terdapat tiga aspek kunci yang memperkuat kemenangan Indonesia dari UE yakni, pertama, Panel WTO menolak argumen UE yang mengklaim Pemerintah Indonesia mengarahkan pelaku usaha untuk menjual minyak kelapa sawit kepada produsen biodiesel dengan harga rendah.

Komisi UE berargumen, subsidi dalam bentuk arahan dan perintah dari Pemerintah Indonesia kepada pelaku usaha di sektor minyak kelapa sawit bertujuan menyediakan bahan baku dengan harga yang menguntungkan produsen biodiesel Indonesia. Ketentuan itu dinilai agar harga jual barang tersebut murah.

Kedua, Panel WTO menilai, kebijakan Pemerintah Indonesia terkait bea keluar dan pungutan ekspor minyak kelapa sawit tidak dapat dikategorikan sebagai bentuk subsidi.

Ketiga, Panel WTO menyatakan, Komisi UE gagal membuktikan adanya ancaman kerugian material yang dialami produsen biodiesel di Eropa akibat ekspor biodiesel Indonesia. Terlebih, Komisi Eropa dinilai mengabaikan faktor-faktor lain yang turut mempengaruhi dinamika pasar biodiesel di kawasan tersebut.

(acd/acd)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads