Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyampaikan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) sebagai salah satu opsi strategis yang siap berperan penting mendukung ketahanan energi nasional. Ditargetkan PLTN ini beroperasi pada 2032.
Wakil Menteri ESDM Yuliot mengatakan, bahwa Indonesia sudah memiliki visi untuk mengembangkan tenaga nuklir sejak awal 1960-an. Langkah ini diawali dengan pembangunan tiga reaktor riset, yaitu Reaktor Triga di Bandung (2 MW), Reaktor Kartini di Yogyakarta (100 kW), dan Reaktor Serpong di Tangerang Selatan (30 MW).
Lebih lanjut, ia menuturkan pengembangan tenaga nuklir di Indonesia memiliki dasar hukum yang kuat, mulai dari Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1967 tentang Ketenaganukliran, hingga tercantumnya arah pembangunan PLTN dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045, serta Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 40 Tahun 2025 tentang Kebijakan Energi Nasional.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Yuliot mengatakan, dalam PP Nomor 45 Tahun 2025, PLTN tidak lagi dianggap sebagai opsi terakhir, melainkan sebagai bagian penting dari perencanaan energi nasional.
"Seluruh dokumen tersebut menegaskan komitmen Indonesia untuk mengoperasikan PLTN pertama pada tahun 2032 dan mencapai kapasitas 44 GW pada tahun 2060. Dari total rencana 44 GW, sekitar 35 MW akan dialokasikan untuk kebutuhan listrik umum, sementara 9 GW ditujukan bagi produksi hidrogen nasional," jelas Yuliot dalam keterangan tertulis, Selasa (28/10/2025).
Sesuai PP tersebut, Yuliot bilang, porsi energi nuklir dalam bauran energi nasional diproyeksikan meningkat menjadi 5% pada tahun 2030, dan mencapai 11% pada tahun 2060.
Hanya saja, dalam pengembangan PLTN ini tidak lepas dari tantangan, terutama dari sisi pendanaan dan waktu pembangunan. Yuliot menyebut biaya investasi untuk satu unit PLTN dapat mencapai US$ 3,8 miliar, dengan waktu konstruksi sekitar 4-5 tahun.
Selain itu, kekhawatiran masyarakat terhadap risiko bencana alam juga menjadi perhatian serius pemerintah. "Oleh karena itu, pemerintah akan memperhatikan penuh mitigasi dan pengawasan yang ketat, serta kerja sama internasional untuk memastikan operasional melalui BAPETEN," katanya.
Pengembangan PLTN sejalan dengan arah kebijakan nasional dan Asta Cita butir kedua, yang menekankan pentingnya memperkuat pertahanan dan keamanan, sekaligus mendorong kemandirian bangsa melalui swasembada pangan, energi, air, serta pengembangan ekonomi hijau dan biru.
"PLTN sebagai salah satu opsi strategis dalam peta transisi energi nasional dalam mencapai Net Zero Emission 2060. PLTN tidak lagi dianggap sebagai opsi terakhir, melainkan sebagai bagian penting dari perencanaan energi nasional," katanya.
Simak juga Video: Mungkinkah PLTN Pertama di Indonesia Bakal Beroperasi di 2032?











































