Hilirisasi & Infrastruktur: Konektivitas Energi hingga Wilayah 3T

Hilirisasi & Infrastruktur: Konektivitas Energi hingga Wilayah 3T

Rahmat Khairurizqi - detikFinance
Selasa, 11 Nov 2025 14:54 WIB
Pekerja melakukan pemantauan lapangan di area tangki BBM di Kilang Pertamina Balongan, Indramayu, Jawa Barat, Kamis (25/9/2025). PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) melalui Project R&P Balongan membangun empat unit baru tangki dengan kapasitas masing-masing 29 ribu meter kubik untuk memperkuat ketahanan energi nasional dengan meningkatkan fleksibilitas dan efisiensi pengelolaan penyimpanan produk gasoline series di KilangΒ Balongan. ANTARA FOTO/Dedhez Anggara
Foto: ANTARA FOTO/Dedhez Anggara
Jakarta -

Indonesia tengah melangkah mantap menuju kemandirian energi dan pemerataan pembangunan. Pemerintah menegaskan bahwa agenda hilirisasi dan pembangunan infrastruktur energi bukan sekadar proyek ekonomi, melainkan strategi besar untuk memperkuat konektivitas nasional serta memastikan akses energi merata hingga wilayah 3T (Tertinggal, Terdepan, dan Terluar).

Langkah ini menjadi simbol semangat optimisme dalam mewujudkan visi "energi berkeadilan untuk seluruh rakyat Indonesia". Pemerintah percaya, ketika energi mampu menjangkau seluruh pelosok negeri, maka tumbuhlah fondasi ekonomi baru - dari desa hingga kawasan terluar - yang memperkuat daya saing bangsa di tengah kompetisi global.

Upaya hilirisasi migas dan pembangunan infrastruktur energi kini menjadi dua pilar penting dalam mempercepat transformasi ekonomi nasional. Hilirisasi mendorong nilai tambah sumber daya alam, sementara infrastruktur memastikan rantai pasok energi dari hulu hingga hilir berjalan efisien dan berkelanjutan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Di berbagai daerah, proyek-proyek strategis seperti terminal BBM, jaringan pipa gas, fasilitas penyimpanan energi, hingga proyek energi baru terbarukan (EBT) terus dikebut. Konektivitas energi yang semakin kuat diharapkan dapat menggerakkan pusat-pusat ekonomi baru, menekan disparitas antarwilayah, dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat.

Pemerintah menegaskan bahwa pemerataan akses energi adalah syarat utama untuk mengurangi kesenjangan antara kota besar dan wilayah 3T yang selama ini menghadapi tantangan distribusi dan biaya logistik tinggi. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) kini menargetkan feasibility study (FS) untuk 18 proyek hilirisasi senilai Rp618,13 triliun dapat rampung pada akhir tahun ini.

ADVERTISEMENT

Dokumen prastudi kelayakan seluruh proyek tersebut telah diserahkan kepada Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara) untuk dikaji lebih lanjut. Langkah ini menjadi fondasi penting dalam memperkuat ekosistem hilirisasi yang terintegrasi dari hulu ke hilir, sekaligus memastikan energi dapat menjangkau hingga pelosok nusantara.

Pemerintah Gaspol Hilirisasi Energi

Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM, Ahmad Erani Yustika, menegaskan bahwa penyusunan studi kelayakan ke-18 proyek tersebut menjadi prioritas utama agar eksekusi lapangan dapat segera dilakukan.

"Pasti (eksekusi) akan bertahap. Tapi semuanya pasti akan selesai akhir tahun ini. Karena harus segera dieksekusi proyeknya," ujarnya dikutip dari Antara, Selasa (11/11/2025).

Rangkaian proyek itu mencakup delapan proyek hilirisasi mineral dan batu bara, dua proyek transisi energi, dua proyek ketahanan energi, tiga proyek hilirisasi pertanian, serta tiga proyek hilirisasi kelautan dan perikanan. Dengan fondasi perencanaan yang matang, pemerintah berharap setiap proyek mampu menjadi katalis pertumbuhan industri nasional sekaligus membuka akses energi yang lebih luas dan efisien.

Hilirisasi Jadi Motor Industrialisasi dan Penguatan Ekonomi Nasional

Menteri ESDM sekaligus Ketua Satgas Percepatan Hilirisasi dan Ketahanan Energi Nasional, Bahlil Lahadalia, menegaskan bahwa seluruh proyek hilirisasi tersebut telah melewati tahap kelayakan dan siap dieksekusi.

"Pra-FS-nya sudah, sekarang FS sudah putus di atas, sekarang tinggal eksekusi," ucap Bahlil.

Menurutnya, sekitar 75 persen dari seluruh proyek tersebut berada di sektor energi dan sumber daya mineral. Bahlil menekankan, hilirisasi merupakan langkah fundamental agar Indonesia tidak lagi bergantung pada ekspor bahan mentah.

"Kalau tidak ada hilirisasi dan industrialisasi, kita menjadi negara kutukan sumber daya alam," ujarnya.

Ia mencontohkan transformasi industri nikel sebagai bukti nyata keberhasilan kebijakan hilirisasi. Ketika masih mengekspor nikel mentah pada 2017-2018, nilai ekspor hanya mencapai USD 3,3 miliar. Setelah kebijakan larangan ekspor diberlakukan pada 2020, nilai ekspor produk turunan melonjak menjadi USD 34 miliar pada 2023-2024.

"Kenaikannya sangat signifikan karena kita bangun hilirisasi," kata Bahlil.

Pertamina Siap Kawal Konektivitas Energi hingga Wilayah 3T

Sebagai BUMN energi terbesar di Indonesia, Pertamina siap menjadi garda depan dalam memperluas distribusi energi hingga ke wilayah 3T melalui keterlibatan aktif pada berbagai proyek hilirisasi yang sedang disiapkan pemerintah.

Salah satu proyek yang menjadi perhatian adalah pembangunan kilang modular, yang masuk dalam daftar prioritas Satgas Percepatan Hilirisasi dan Ketahanan Energi Nasional.

Direktur Utama Pertamina, Simon Aloysius Mantiri, menegaskan komitmen Pertamina untuk turut serta dalam pengembangan proyek tersebut.

"Kami masih memantau perkembangannya, tetapi yang pasti kami ingin berpartisipasi," ujarnya.

Simon menjelaskan, kilang modular memiliki nilai strategis karena dapat dibangun di berbagai lokasi dan mendekatkan produksi ke titik konsumsi.

"Jika produksi dilakukan di lokasi tersebut, kita tidak perlu biaya transportasi dan lain-lain, sehingga mungkin akan jauh lebih murah," katanya.

Selain kilang modular, Pertamina juga menunjukkan minat terhadap proyek hilirisasi batu bara menjadi Dimetil Eter (DME) sebagai langkah strategis untuk mengurangi ketergantungan pada LPG impor dan memperkuat ketahanan energi nasional.

"Seharusnya ikut juga, ya (proyek DME)," tambah Simon.

Keterlibatan Pertamina diharapkan mempercepat realisasi proyek hilirisasi sekaligus memastikan pasokan energi yang lebih stabil dan terjangkau di wilayah-wilayah terpencil.

Dengan percepatan hilirisasi, pembangunan infrastruktur, dan kolaborasi lintas sektor, Indonesia sedang meneguhkan langkah menuju kemandirian energi yang merata dan berkeadilan. Dari kota besar hingga pelosok negeri, energi kini menjadi penggerak utama pemerataan ekonomi dan transformasi sosial.

Hilirisasi bukan lagi sekadar agenda industrialisasi, tetapi manifestasi nyata semangat bangsa: membawa energi untuk semua, menghubungkan daerah tertinggal, dan menyalakan cahaya pembangunan hingga ke ujung nusantara.

Tonton juga video "Kilang Pertamina Internasional Beberkan Inovasi Demi Kedaulatan Energi"

(ega/ega)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads