Kementerian Lingkungan Hidup secara terbuka mengingat para investor atau pihak swasta yang ingin terlibat dalam proyek waste to energy (WTE) atau sulap sampah jadi listrik untuk tetap memperhatikan nilai ekonomi yang bisa didapat.
Sebab menurut Direktur Perlindungan dan Pengelolaan Mutu Udara Kementerian Lingkungan Hidup, Edward Nixon Pakpahan, sumber pendapatan fasilitas waste to energy hanya bersumber dari tiga pos, yakni tipping fee atau biaya terima sampah dari pemerintah daerah terkait, bantuan dari pemerintah pusat, dan dari proses jual-beli listrik.
Hal ini berkaca dari pengalaman dan operasional Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Benowo, Surabaya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Surabaya itu dia dapat uang dari tiga pos. Dia dapat tipping fee, dia dapat bantuan dari pemerintah, dia dapat jual listrik yang mana kami lihat komposisi jual listrik itu sebenarnya tidak terlalu besar dan diatur itu sekitar 13,5 cen per kWh. Sekarang di Perpres 109 jadi 20 cen per kWh, naik 50%," jelas Edward dalam acara Waste to Energy Investment Forum 2025 di Auditorium Menara Bank Mega, Jakarta Selatan, Rabu (19/11/2025).
Menurutnya informasi ini penting untuk diketahui investor atau pengusaha swasta yang ingin terlibat agar mereka tidak secara tiba-tiba berhenti atau mundur di tengah jalan saat proyek sulap sampah jadi listrik berlangsung.
Sebab jika kondisi ini benar terjadi, alih-alih membantu pemerintah mengolah sampah, proyek ini malah akan menjadi beban baru. Termasuk dalam hal pengolahan sampah yang seharusnya sudah teratasi, malah jadi tumpukan sampah terbengkalai yang akan berdampak buruk pada lingkungan sekitar.
"Kalau ternyata nanti realistisnya dihitung sama investor nggak masuk, mundur lagi semua. Jadi maksud saya, kita berpikirnya konkret, taktis, dan realistis saja. Itu harapan kami supaya apa? Supaya sampah ini, KLH itu sekali lagi izin kepentingannya sampah betul-betul terkelola, tidak masuk kepada aspek lain," ucapnya.
"Tapi kalau nanti di hilirnya sampai diproses ini nanti tidak jalan, maka sampah akhirnya sama saja, terbengkalai lagi. Akhirnya kita saling menyalahkan, nggak itu lagi konsep kita," tegas Edward.
Lebih lanjut Edward menjelaskan dari sisi pos pendapatan, selama ini sumber utama yang bisa memberikan keuntungan hanya dari proses jual beli listrik kepada PT PLN (Persero). Sementara sisanya hanya cukup untuk membantu mengurangi biaya operasional saja.
"Revenue satu-satunya dari sistem ini nanti hanya dari jual listrik. Sementara nanti teknologi itu harus investasi dikeluarkan, kemudian men-generate listriknya. Hanya itu uang yang didapat," terangnya.
Untuk itu, ia benar-benar mengingatkan kepada para investor agar teknologi yang digunakan dalam fasilitas waste to energy ini benar-benar dapat menghasilkan listrik yang cukup untuk menjadi sumber pemasukan perusahaan.
"Mohon dicermati, karena ternyata revenue-nya hanya satu-satunya dari jual listrik, maka teknologinya betul-betul memang harus mampu mengkonversi sampah Indonesia dengan kualitas demikian untuk bisa mendapatkan pendapatan dari jual listrik yang demikian," kata Edward.
(igo/fdl)











































