Pemanfaatan nuklir sebagai salah satu sumber energi listrik diharapkan bukan lagi menjadi opsi terakhir pemerintah. Menurut Dewan Energi Nasional (DEN) pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) menjadi keharusan.
Kebijakan ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 40 Tahun 2025 tentang Kebijakan Energi Nasional, yang menggantikan PP 79 Tahun 2014.
Kepala Biro Fasilitasi Kebijakan Energi dan Persidangan Sekretariat Jenderal DEN Yunus Saefulhak menjelaskan dalam Grand Strategy untuk meningkatkan kedaulatan, Kemandirian dan ketahanan energi dalam transisi energi, pemerintah memaksimalkan energi baru dan terbarukan, dan mulai menggunakan energi nuklir untuk menyeimbangkan dan mencapai target dekarbonisasi.
"Saya kira memang bukan lagi sebagai last option (opsi terakhir) tetapi dia sebagai apa namanya penyeimbang ya di dalam target dekarbonisasi sektor energi. Artinya, nuklir sudah menjadikan hal yang harus, dan kemudian juga hidrogen, amonia, artinya energi-energi baru itu akan dikembangkan," jelas Yunus dalam acara Outlook Energi Indonesia 2026 di Menara Danareksa, Jakarta, Selasa (9/12/2025).
Selanjutnya, pemerintah juga akan meminimalkan penggunaan energi fosil, dan mengoptimalkan penggunaan gas sebagai transisi.
"Artinya gas sampai tahun 2060 akan diupayakan untuk meningkat terus," kata Yunus.
Yunus menambahkan target bauran Energi Baru Terbarukan (EBT) juga disesuaikan agar lebih realistis. Dalam kebijakan sebelumnya, target EBT ditetapkan 23% pada 2025 dan 31% pada 2050.
Namun dalam PP 40/2025, target tersebut mengalami penyesuaian, di mana target EBT pada 2030 mencapai 19-23%. Kemudian pada 2026 sebesar 70-72%.
"Kemudian saya kira pendanaan tidak hanya dengan APBN tetapi juga APBD serta juga sumber lain yang sah tentunya baik nasional maupun internasional," tutur Yunus.
(hrp/hns)