Menjaga Asa Pasar Aluminium agar Tetap Kompetitif

Menjaga Asa Pasar Aluminium agar Tetap Kompetitif

Rahmat Khairurizqi - detikFinance
Rabu, 10 Des 2025 10:02 WIB
Menjaga Asa Pasar Aluminium agar Tetap Kompetitif
Foto: INALUM
Jakarta -

Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengusulkan penerapan Domestic Market Obligation (DMO), pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT), serta subsidi gas industri melalui Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) guna memperkuat kontribusi sektor aluminium terhadap ekonomi nasional.

Ketua Tim Kinerja Industri Logam Bukan Besi Kemenperin, Yosef Danianta Kurniawan menyatakan subsidi HGBT dapat menekan biaya energi yang menjadi salah satu komponen terbesar dalam proses produksi aluminium.

"Pemanfaatan HGBT akan membantu meningkatkan efisiensi biaya produksi sehingga produk aluminium nasional mampu diserap oleh industri hilir, serta mampu bersaing lebih kuat di pasar global. Harapannya bisa diperluas ke sektor non-baja khususnya aluminium, sehingga bisa menurunkan biaya produksi dan dampaknya bisa meningkatkan daya saing," ujar Yosef dikutip Antara, Selasa (9/12/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dengan rencana kebijakan tersebut, Kemenperin menargetkan produksi aluminium nasional meningkat menjadi 2-3 juta ton per tahun dalam 5 tahun ke depan (sekitar 2030). Pemerintah saat ini masih mengandalkan INALUM sebagai produsen aluminium primer terbesar di Indonesia yang sampai saat ini masih menunjukan performa menjanjikan di tengah kebutuhan pasar domestik aluminium nasional mencapai 1,2 juta ton per tahun.

Saat ini kapasitas produksi INALUM di kisaran 275-280 ribu ton per tahun, sehingga masih terdapat gap lebih dari 800-900 ribu ton yang selama ini ditutup melalui impor (sekitar 56% dari total kebutuhan). Kondisi ini menunjukkan pasar masih sangat potensial dan memberi ruang besar bagi INALUM untuk meningkatkan kapasitas dan memperluas pangsa pasar domestik.

ADVERTISEMENT

Menjaga Pasar Menjaga Performa

Sebagai usaha menjaga pasar aluminium, INALUM mencoba untuk memperkuat posisinya di melalui serangkaian strategi yang terintegrasi, salah satunya dengan rutin menggelar Customer Gathering sejak 2017 sebagai forum untuk mempererat hubungan, menyerap masukan, dan menjaga loyalitas pelanggan.

Upaya tersebut diperkuat dengan dukungan pembentukan GALUNESIA (Gabungan Industri Aluminium Nasional) sebagai wadah kolaborasi pelaku industri aluminium hulu hingga hilir guna memperkuat ekosistem dan mendorong hilirisasi. Selain itu, INALUM juga meningkatkan daya saing dengan ekspansi kapasitas, peningkatan kualitas produk, serta sinergi bersama grup MIND ID untuk memperbesar serapan pasar domestik.

Secara keseluruhan, rangkaian pendekatan relasional, kolaboratif, dan operasional tersebut menjadi bagian dari upaya INALUM dalam menjaga stabilitas pasar dan mendukung penguatan industri aluminium nasional.

Mengutip Antara, hingga Oktober 2025 penjualan aluminium INALUM mencapai 236.517 ton. Angka ini telah melampaui target rencana kerja dan anggaran perusahaan (RKAP) sebesar 231.034 ton atau setara 102,4 persen.

Capaian tersebut juga lebih tinggi dibanding periode yang sama tahun sebelumnya yang mencatatkan 227.114 ton, dengan distribusi penjualan 76 persen untuk pasar domestik dan 24 persen untuk pasar global. Kinerja positif itu juga tercermin pada semester I 2025. Perusahaan mencatat produksi aluminium sebesar 139-147 ribu ton, sekitar 2 persen lebih tinggi dari target RKAP.

"Untuk kinerja performance di year to date half semester, semester pertama 2025, untuk kinerja produksi dan penjualan, kita berhasil melakukan proses operation excellence yang baik di existing capacity kita yang ada di Kuala Tanjung. Realisasi sendiri hingga Juni 2025 berada dalam jumlah optimal sebesar 139-147 ribu ton, ini lebih tinggi 2% dari RKAP," ujar Direktur Utama INALUM, Melati Sarnita, dikutip dari CNBC Indonesia, Rabu (10/12/2025).

Menurut Melati, peningkatan tersebut menggambarkan tingginya permintaan aluminium, sekaligus memperkuat posisi INALUM sebagai pemain strategis di pasar nasional dan global. Pertumbuhan penjualan INALUM juga didorong meningkatnya kebutuhan berbagai sektor industri, seperti manufaktur ekstrusi, otomotif, sektor kabel, hingga industri lembaran aluminium.

Adapun produk unggulan perusahaan seperti ingot G1 masih mencatat kontribusi terbesar, disusul ingot S1b, alloy, billet, molten, dan ingot S2. Malaysia menjadi negara tujuan ekspor terbesar, diikuti Korea Selatan, Jepang, Cina, India, Thailand, dan negara lain.

Direktur Pengembangan Usaha INALUM, Arif Haendra menyebut capaian penjualan yang melampaui target menjadi modal penting untuk menghadapi tahun berikutnya.

"Pencapaian positif di pasar domestik maupun ekspor membuktikan bahwa strategi bisnis perusahaan berada pada jalur yang tepat. Kami berharap dukungan para pemangku kepentingan dapat terus terjaga agar INALUM mampu mempertahankan performa kuat pada tahun 2026," ujar Arif.

Permintaan Aluminium Diprediksi Naik Enam Kali Lipat

INALUMFoto: INALUM

Prospek industri aluminium nasional diramal sangat positif dalam jangka panjang. Permintaan aluminium diperkirakan dapat meningkat hingga enam kali lipat dalam 30 tahun mendatang, seiring tumbuhnya kebutuhan material ringan dan tahan lama untuk mendukung pengembangan energi baru terbarukan (EBT) serta elektrifikasi transportasi.

Tren tersebut sejalan dengan percepatan transisi energi di tingkat global. Proyeksi Badan Energi Internasional (IEA) menunjukkan total penjualan mobil listrik pada 2025 berpotensi melampaui 20 juta unit, yang berarti dapat menguasai lebih dari seperempat pasar mobil dunia. Lonjakan adopsi kendaraan listrik ini mendorong kebutuhan aluminium sebagai komponen inti dalam industri otomotif modern.

Meski tidak masuk ke tahap hilirisasi hingga pembuatan battery pack, INALUM memegang peran penting di sektor midstream. Perusahaan memproduksi aluminium ingot, billet, dan alloy yang menjadi bahan baku utama bagi industri hilir dalam memproduksi berbagai komponen, termasuk casing battery pack untuk kendaraan listrik.

"Dalam proyeksi kami untuk 30 tahun ke depan, kami meyakini bahwa permintaan untuk aluminium naik enam kali lipat dari hari ini, dan ketika berbicara tentang baterainya, 18 persen dari battery pack untuk EV sebenarnya dari aluminium. Itulah pasarnya (aluminium). Jadi, bukan Inalum yang bikin langsung penampangnya. Karena kami gak boleh main sampai ujung, gak boleh," ujar Melati.

Lebih lanjut, Melati menegaskan bahwa INALUM bertindak sebagai enabler dalam ekosistem kendaraan listrik. Perusahaan tidak berkompetisi dengan produsen battery pack dalam negeri, melainkan menyediakan bahan baku berkualitas yang mendukung pertumbuhan industri nasional.

"Kami juga gak mau berkompetisi dengan industri nasional. Kami harus jadi enabler-nya kan," ucapnya.

Langkah Strategis Menyongsong 2026

INALUMFoto: INALUM

Menjelang tahun 2026, INALUM menegaskan komitmennya memperkuat industri aluminium nasional melalui berbagai langkah strategis. Saat ini perusahaan tengah mempersiapkan pengembangan pabrik pemurnian Alumina SGAR Phase 2 untuk meningkatkan kapasitas hingga 2 juta ton per tahun.

Selanjutnya, pembangunan smelter kedua di Mempawah juga memperkuat integrasi rantai pasok, serta peningkatan kapasitas produksi Green Aluminium di smelter Kuala Tanjung melalui pembangunan Potline 4. Ketiga program tersebut diproyeksikan menjadi fondasi transformasi jangka panjang INALUM dalam mewujudkan industri aluminium Indonesia yang mandiri, kompetitif, dan berkelanjutan.

Sementara pasar dengan kebutuhan aluminium nasional yang telah mencapai sekitar 1,1-1,2 juta ton per tahun membuka peluang besar bagi pertumbuhan industri nasional. Oleh karena itu diperlukan dukungan pemerintah melalui kepastian pasokan energi, harga yang kompetitif, serta regulasi yang pro-hilirisasi, agar penguatan industri aluminium nasional dapat dipercepat dan ketergantungan impor terus ditekan.

Lihat juga Video: Trump Kenakan Tarif 25 Persen untuk Impor Baja-Aluminium dari Semua Negara

(akd/ega)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads