Menanggapi kabar tersebut, pihak Bank Indonesia (BI) selaku regulator fintech pembayaran mengaku belum mendapatkan pengajuan atas akuisisi tersebut.
"Belum ada juga permohonan. Belum ada ke BI," kata Asisten Gubernur Kepala Departemen Kebijakan Sistem pembayaran BI Filianingsih Hendarta di JCC, Jakarta, Senin (23/9/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: OVO Punya Bos Baru |
Kalaupun pihak Grab mengajukan ke BI, Filianingsih menekankan bahwa mereka harus memenuhi ketentuan yang ada. Salah satunya terkait kepemilikan.
"Ya pokoknya sesuai ketentuan. Kita lihat ketentuannya kaya apa. Terus nanti kita lihat komposisinya, kan semua harus sesuai ketentuan, misalnya kepemilikan. Nanti kita lihat, kan dia nanti akan sampaikan dokumen, kan semua ada aturannya," tegasnya.
Menurut PBI No. 20/6/2018 tentang uang elektronik menyebutkan komposisi kepemilikan saham bagi penerbit berupa lembaga selain bank harus paling sedikit 51% dimiliki oleh warga negara Indonesia atau badan hukum Indonesia.
Sementara untuk pemegang saham pengendali, setidaknya harus memiliki izin Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran (PJSP). Filianingsih menekankan, jika pihak asing mau menjadi pemilik tunggal harus memiliki izin PJSP juga dari negara asalnya.
Mengutip CNBC Indonesia, Grab merupakan merupakan pemegang saham OVO. Dalam laporannya disebutkan, Grab akan membeli mayoritas saham DANA, dompet digital milik PT Elang Mahkota Teknologi Tbk (EMTK) dan Ant Financial yang didukung Alibaba. Setelah itu, OVO dan DANA akan dimerger.
Tidak segera jelas berapa nilai kesepakatan tersebut. Namun dalam laporan Finance Asia, mengutip seorang sumber, valuasi OVO mencapai US$ 2,9 miliar. Adapun valuasi DANA belum bisa ditentukan.
Berdasarkan kabar yang beredar EMTEK menguasai 50% lebih saham DANA, dompet digital yang dirikan sejak 2017. Pembicaraan untuk merger mengikuti pengumuman SoftBank Group Corp pada bulan Juli untuk menginvestasikan US$ 2 miliar di Indonesia melalui Grab.
(das/dna)