Bukan tanpa alasan, Lippo mau tak mau melepas sebagian sahamnya karena tak kuat 'bakar uang' lantaran jor-joran memberi diskon.
Hal itu diungkapkan Pendiri sekaligus Chairman Grup Lippo Mochtar Riady.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Praktik bakar uang sendiri merupakan hal yang biasa untuk perusahaan rintisan. Tak hanya dompet digital OVO, pesaingnya Gopay juga melakukan hal yang sama. Tujuannya, untuk menunjukkan keberadaannya dan meraih pasar.
Dalam catatan detikcom (24/9/2019), Director of Enterprise Payment OVO Harianto Gunawan menjelaskan, financial technology (fintech) pembayaran sama seperti startup pada umumnya. Mereka saat ini masih dalam tahap untuk menunjukkan keberadaannya.
"Saat kita kembangkan produk keuangan, apa yang pertama kita jual ke konsumen? Yang kita jual pertama kali adalah rasa percaya," tuturnya.
Menurutnya untuk membangun rasa percaya di masyarakat, membutuhkan kerja keras dengan waktu yang tidak singkat. Dia mencontohkan perbankan yang sudah hadir jauh lebih lama, juga melakukan upaya panjang untuk membangun rasa percaya masyarakat.
"Jadi butuh investasi dalam membangun rasa percaya konsumen," tambahnya.
Sementara, misi utama pemain dompet digital adalah mengalahkan penggunaan uang tunai. Di sisi lain, uang tunai masih diandalkan dalam setiap transaksi.
Untuk mengubah kebiasaan itu, menurut Harianto, dibutuhkan insentif yang diberikan kepada pengguna. Tujuannya agar masyarakat minimal mau mencoba bertransaksi non tunai.
Baca juga: Lippo Buka Suara Soal Jual Saham OVO |
Sementara CEO GoPay Aldi Haryopratomo menegaskan, jika memang disebut sebagai bakar-bakar uang, setidaknya apa yang dilakukan mereka tidak membakar pihak lain.
Aldi sepakat dengan pesaingnya itu, namun dia menegaskan bahwa GoPay cenderung melihat dari sisi mitra UMKM. Dengan melakukan promo, setidaknya GoPay bisa ikut membantu ekonomi paling bawah untuk berkembang.
"Kami tanya ke UMKM, coba dong pakai ini, mereka tanya kenapa harus, kan ada tunai. Kami bilang kami akan bantu promosikan Anda, dan yang terjadi omzet mereka naik dua kali lipat. Bakar duitnya jadi tidak penting. Ya memang sebagai konsumen mereka selalu ingin cashback. Tapi yang terpenting melihat dampaknya ke UMKM," tuturnya.
(ara/ara)