KTP hingga Kue Lapis Dijual Jadi NFT, Pengamat: Kita Ketinggalan

KTP hingga Kue Lapis Dijual Jadi NFT, Pengamat: Kita Ketinggalan

Danang Sugianto - detikFinance
Minggu, 16 Jan 2022 11:55 WIB
Ilustrasi NFT non fungible token
Foto: Getty Images/iStockphoto/Rawf8
Jakarta -

Suksesnya Sultan Gustaf Al Ghozali yang memiliki akun Ghozali Everyday terkait NFT ternyata membuat warga Indonesia latah. Tiba-tiba platform penjualan atau marketplace NFT dibanjiri hal-hal aneh yang dijual dalam bentuk digital.

Mulai dari foto-foto makanan seperti kue lapis hingga foto KTP dijual dalam bentuk NFT. Mereka mungkin berharap bisa seperti Ghozali yang menjual foto-foto wajahnya selama bertahun-tahun dan meraup uang hingga Rp 1,5 miliar.

Pakar Metaverse dari Indonesia Digital Milenial Cooperatives (IDM Co-op) MC Basyar menilai fenomena latah soal NFT ini merupakan bukti bahwa warga Indonesia telat mengerti dan terkait NFT atau non-fungible token.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Saya si ngerasa bahwa ini orang-orang baru melek apa itu NFT. Padahal kalau mau jujur dengan diri sendiri pertama kita ketinggalan mengerti apa itu NFT. Kedua kenapa saya bilang ketinggalan karena NFT itu sejatinya token," tuturnya kepada detikcom, Minggu (16/1/2022).

Dia menjelaskan teknologi blockchain digunakan dalam 3 hal yakni koin, token dan NFT. Koin adalah mata uang kripto atau aset kripto yang memiliki teknologi blockchain-nya sendiri.

ADVERTISEMENT

Lalu token adalah mata uang kripto atau aset kripto yang menggunakan teknologi blockchain dari koin. Misalnya token A bekerja di atas blockchainpnya Bitcoin. Artinya token tersebut alat tukasnya adalah Bitcoin.

"Nah kalau fungible (NFT) berarti token yang tidak bisa dijadikan alat tukar. Jadi mau foto makanan kek, KTP kek, segala macam, tapi dia dimasukin ke marketplace NFT, terus tersambung sama teknologi blockchain dan dia berbentuk NFT, ya nggak apa-apa kalau ada yang mau beli. Tapi kan kalau mau laku kan sebenarnya kita riset. Nggak bisa sembarangan jual-jual NFT lalu laku," terangnya.

Basyar menjelaskan hal-hal yang biasanya menjadi viral dan laku tinggi di NFT adalah yang memiliki nilai sejarah atau setidaknya unik. Dia mencontohkan seperti cuitan pertama CEO Twitter Jack Dorsey.

"Karena dia punya nilai historis, bahwa Twitter sudah digandrungi semua orang di dunia, dan ini jadi langka. Jadi kalau harganya Rp 41 miliar ya wajar, berbeda dengan harga foto kuenya saja," tambahnya.

Sama halnya dengan foto-foto selfie-nya Ghozali, Basyar menilai itu juga memiliki nilai historis. Kebetulan juga pembelinya mau membeli dengan harga yang mahal.

"Kalau ghozali saya rasa ada nilai historis, dia duduk di depan PC atau laptop bertahun-tahun lalu foto, dan dimasukin ke NFT, yang dibeli adalah historisnya, ada cerita," tutupnya.




(das/zlf)

Hide Ads