Lembaga keuangan di Indonesia ada yang yang diserang peretas (hacker). Pelaku kejahatan siber memanfaatkan keberadaan uang kripto (cryptocurrency) untuk melakukan pemerasan. Bagaimana faktanya?
1. Bobol Sistem dan Minta Tebusan
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso mengungkapkan ada lembaga keuangan di Indonesia yang sistemnya diretas hacker. Mencengangkannya, peretas tersebut meminta tebusan uang kripto agar sistemnya bisa diakses lagi oleh lembaga keuangan tersebut.
"Ada kasus salah satu lembaga keuangan di Indonesia di-hack sistemnya dan bisa dibuka apabila harus dibayar sejumlah uang, dan pembayarannya adalah minta dibayar dengan kripto. Ini fakta, dan barangkali mungkin tidak hanya satu," katanya dalam webinar yang diselenggarakan OJK, Rabu (23/2/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
2. Manfaatkan Lemahnya Regulasi Kripto
Pelaku kejahatan ini, dijelaskan Wimboh memanfaatkan kelemahan yang ada pada uang kripto, termasuk dari sisi regulasi. Tak ayal aset digital tersebut mudah disalahgunakan.
"Produk-produk itu memanfaatkan area yang unregulated, regulation-nya belum ada," sebutnya.
Namun dia tidak menjelaskan apa lembaga keuangan yang dimaksud. Lembaga keuangan sendiri terbagi dua, yakni bank dan bukan bank. Dia tidak spesifik menyebutkan salah satunya.
3. Sudah Diperingatkan Tahun Lalu
Pada tahun lalu, Wimboh sudah memperingatkan bahwa aktivitas para hacker di lembaga keuangan Indonesia sudah gentayangan dalam beberapa waktu terakhir. Fenomena tersebut muncul karena meningkatnya transaksi digital. Oleh karenanya keamanan data konsumen atau nasabah perbankan harus ditingkatkan.
"Perbankan mau nggak mau ubah jadi digital produk semua, lending juga gitu. Tapi ada risiko yang kita sebut risiko siber, apalagi ini hacker sudah mulai bergentayangan untuk menyatroni beberapa lembaga keuangan yang ujung-ujungnya minta dibayar dan itu pembayarannya menggunakan uang kripto, minta kripto karena mungkin itu sulit di-track kalau kripto," kata Wimboh dalam webinar Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada 15 Juni 2021.
Menurut Wimboh, untuk menghadapi tantangan itu tidaklah mudah. Dia berpendapat harus ada koordinasi dari semua pihak untuk mengatasi permasalahan tersebut.
(toy/das)