Jangan Sampai Kena Kebusukan Aplikasi Ponzi, Begini Caranya

Jangan Sampai Kena Kebusukan Aplikasi Ponzi, Begini Caranya

Anisa Indraini - detikFinance
Selasa, 04 Jul 2023 08:00 WIB
SW, oknum polisi yang menipu tukang bubur asal Cirebon dipecat dan jadi tersangka. Diketahui, pelaku menipu korban berkaitan dengan proses penerimaan Polri.
Foto: detikcom/Ilustrasi oleh Mindra Purnomo
Jakarta -

Kasus penipuan menggunakan skema ponzi semakin marak terjadi di Tanah Air dengan modus yang makin beragam. Masyarakat tampaknya harus lebih waspada agar tak terjerat tipu dayanya serta merugi hingga puluhan jutaan rupiah seperti pada kasus Jombingo.

Skema ponzi sering juga disebut dengan skema 'gali lubang-tutup lubang', di mana keuntungan yang didapat para investornya akan ditutup oleh aliran dana investasi dari orang lain. Bukan dari keuntungan yang diperoleh individu atau organisasi yang menjalankan operasi ini.

Direktur Segara Institut Piter Abdullah mengatakan, kebanyakan penipuan dengan menggunakan skema ponzi ini baru diketahui sebagai penipuan ketika sudah memakan korban. Karena itulah, agak sulit untuk mengidentifikasinya sejak dini.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Bentuknya pun sangat beragam. Bahkan, penipuan skema ponzi juga pernah digunakan untuk jasa ibadah umroh. Meski demikian, menurutnya bukan berarti penipuan semacam ini sama sekali tak dapat dideteksi.

"Ada tips untuk menghindarinya. Biasanya penipuan skema ponzi dilakukan dengan menawarkan keuntungan yang sangat besar. Selain itu juga sering menggunakan model Multi level," terangnya kepada detikcom, Senin (3/7/2023).

ADVERTISEMENT

Oleh karena itu, Piter menekankan, apabila ada tawaran apapun, termasuk investasi, yang menyebut akan memberikan keuntungan yang terlalu tinggi dan dilakukan secara masal, di situlah momentum di mana masyarakat harus berhati-hati.

"Sebaiknya dihindari. Jangan serakah, pingin untung besar dan mudah. Agar selalu berhati-hati dan sadar risiko," kata Piter.

Sementara itu, Perencana Keuangan dari Advisors Alliance Group Indonesia, Andy Nugroho mengatakan, demi menghindarinya ada beberapa hal yang harus dilakukan. Pertama, mengecek legalitas dari perusahaan atau orang yang menawarkan investasi.

"Dia terdaftar nggak nih di OJK. Atau misalnya berbentuk derivatif, terdaftar nggak di Bappebti. Misalnya berbentuk koperasi, terdaftar nggak di Departemen Koperasi. Atau misalnya berbentuk MLM, terdaftar nggak di APLI," ujar Andy, saat dihubungi terpisah.

Kedua, logika dari skema tersebut. Perlu ditelaah apakah logis bila investor berinvestasi dengan imbal hasil yang ditawarkan. Misalnya ditawarkan keuntungan 50%, tidak akan ada bisnis yang bisa menawarkan sebesar itu dalam waktu singkat. Jangan sampai termakan janji-janji 'surga' hanya karena ketamakan ingin mendapat untung besar.

"Kalau perusahaan tak dapat menjawab itu bisnis apa, sebetulnya itu sudah pantas untuk dihargai. Logika bagaimana uang tersebut berputar. Kalau dilihat itu besar banget, lalu tidak ada referensi serupa dengan ada instrumen investasi dengan income sebesar itu, patut diragukan," terangnya.

Busuknya Bisa Bikin Miskin Mendadak

Pengamat ekonomi sekaligus Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira menjelaskan, dalam beberapa kasus, skema ini seolah menguntungkan para investor yang sudah lama terlibat. Sedangkan mereka yang baru terlibat banyak yang menjadi korbannya.

Para investor ini juga bisa jadi tak sadar kondisi hingga ia benar-benar rugi. Apabila sudah sampai ke tahap korban melapor, bisa dibilang kondisinya cukup terlambat. Artinya, investor sudah sangat banyak hingga tingkat kerugiannya bisa jadi sangat besar.

"Pasti rugi, karena kita juga nggak tahu apakah kita anggota bagian awal atau anggota bagian terakhir sebelum tutup atau terbongkar (penipuan). Yang diuntungkan siapa? Yang menciptakan skema ini," kata Bhima, saat dihubungi terpisah.

Hal senada juga disampaikan oleh Research Analyst Infovesta Kapital Advisori Arjun Ajwani. Menurutnya, skema ini sangat berbahaya. Hampir 100% pengguna skema ini akhirnya runtuh dan akibatnya berimbas pada kerugian para investornya. Bahkan, sangat kecil kemungkinan dananya kembali.

"Karena kalau kita lihat skema ponzi yang pernah terjadi yang terkenal seluruh dunia investor hilang dana mereka atau hilang mayoritas dana mereka," kata Arjun.

Sejarah Kelam Skema Ponzi

Arjun mengatakan, salah satu kasus skema ponzi yang paling terkenal terjadi pada krisis keuangan global pada 2008 yakni skandal Bernie Madoff. Pada kala itu, investor kehilangan uang dengan total mencapai miliaran dolar Amerika Serikat.

Dalam sejarahnya, skema ini dicetuskan oleh Charles Ponzi pada tahun 1920 silam. Dengan menggunakan skema 'gali lubang-tutup lubang' ini, ia mengiming-imingi balik modal dan keuntungan hingga 50% kepada para investornya dalam waktu 45 hari.

Sesuai janjinya, Ponzi melimpahkan keuntungan kepada para investor pertamanya itu. Seiring waktu, investasi itu menarik lebih banyak orang. Manipulasi dengan skemanya itu mendatangkan keuntungan luar biasa. Ponzi disebutkan bisa mengantongi US$ 250 ribu per hari.


Hide Ads