Jakarta - Di salah satu sudut Ibu Kota tepatnya di kawasan Kwitang, Jakarta ada Kampung Starling yang penghuninya berprofesi sebagai pedagang kopi keliling. Ini potretnya
Picture Story
Potret Kampung Starling di Sudut Ibu Kota

Kampung Starling ini terletak di Jalan Prapatan Baru, Kwitang, Jakarta Pusat. Tak sulitΒ menemuinyaΒ karena ada gapura bertuliskan Kampung Starling. Letak kampung ini berada di antara Mako Marinir dan aliran Sungai Ciliwung.
Sesuai dengan namanya, penghuni Kampung Starling sebagian besar berprofesi sebagai pedagang kopi keliling. Karena berada di gang sempit, kawasan ini bagaikan nyempil di tengah ibu kota.
Setiap pedagang ini tentunya memiliki toko dan langganannya masing-masing. Satu toko bisa memiliki langganan sebanyak 10 orang lebih pedagang starling. Biasanya, sang agen itu memberikan pinjaman modal sekitar Rp 1,5 juta dan bisa dibayar dengan cara dicicil.
Saat memasuki kawasan ini, ada banyak sepeda pedagang starling berjejer di pinggir gang.
Sebelum berangkat keliling dan menjajakan kopi tersebut, ada warga yang khusus bertugas menyuplai air panas ke dalam termos.
Penyebutan starling itu juga merupakan plesetan dari Starbucks keliling, entah dari siapa yang mencetuskan istilah ini hingga melekat di telinga masyarakat.
Selain air panas, penjaja kopi keliling itu juga sudah menyiapkan es batu yang sudah dihancurkan.Β Kampung Starling kini menjadi kawasan yang memiliki ciri khas tersendiri dan di dalamnya terdapat ratusan orang yang bergantung hidup di kerasnya ibu kota.
Sebagian besar pedagang starling di Kwitang ini berasal dari Sampang, Madura. Mereka semua tinggal di kos atau kontrakan milik agen, atau biasa disebut bos oleh mereka.
Starling menjadi salah satu profesi dengan penghasilan harian. Menurut pengakuan para penjaja kopi keliling itu pendapatan mereka semakin menurun akhir-akhir ini karena banyaknya persaingan. Dalam sehari, mereka hanya bisa meraupΒ Rp 70 ribu-Rp 100 ribu untuk pendapatan bersih.
Belum lagi uang tersebut juga dipakai untuk cicilan, membayar kos, serta mengirim untuk keluarga di kampung halaman. Mau tidak mau mereka pun harus berupaya keras untuk mencukupi biaya hidupnya di Jakarta.
Pedagang starling itu bekerja dibagi menjadi shift pagi dan sore dan tersebar di beberapa titik yang banyak pekerja kantoranΒ ataupun proyek pembangunan di Ibu Kota.
Yang menjadi tantangan bagi pedagang keliling ini adalah kucing-kucingan dengan Satpol PP sampai dipalak preman setempat. Belum lagi bawaan beban belasan kilo yang terkadang membuat sepeda butuh perbaikan.
Menurut pengakuan beberapa starling, mereka sama-sama mengaku diajak oleh orang sekampungnya untuk merantau ke Jakarta. Arus urbanisasi benar-benar terjadi di balik banyaknya orang Madura yang merantau ke Jakarta untuk menjadi starling.