Jakarta - Kemendag menyita barang impor ilegal senilai Rp26,4 miliar di empat kota. Penyelundupan dilakukan dengan cara mengganti nama perusahaan pengimpor.
Foto Bisnis
Kemendag Sita Impor Ilegal Senilai Rp26,4 Miliar

Menteri Perdagangan Budi Santoso (tengah) didampingi Dirjen Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga (PKTN) Moga Simatupang (kanan) dan Anggota Komisi VI DPR Darmadi Durianto (kiri) menunjukkan salah satu barang sitaan pada ekspose hasil pengawasan tata niaga impor di Jakarta, Rabu (6/8/2025). ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto
Kementerian Perdagangan (Kemendag) mengungkap penyelundupan barang impor ilegal senilai Rp26,4 miliar yang terjadi selama periode Januari hingga Juli 2025. Barang-barang tersebut disita dari empat kota, yaitu Surabaya, Makassar, Medan, dan Bekasi. ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto
Produk ilegal itu terdiri dari peralatan rumah tangga, kosmetik, obat tradisional, makanan-minuman, hingga elektronik. Semua barang tersebut tidak memenuhi ketentuan impor dan tidak dilengkapi dokumen resmi. ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Moga Simatupang menyebutkan, dari total 5.766 dokumen Pemberitahuan Impor Barang (PIB) yang diperiksa, 118 di antaranya tidak memenuhi syarat administratif. Shafira/detikcom
Modus yang digunakan antara lain tanpa persetujuan impor, tanpa verifikasi atau laporan surveyor, serta tanpa Nota Permintaan Dokumen (NPD) dan izin impor. Temuan itu diperoleh dari pengawasan kawasan pabean berbasis data e-reporting Bea Cukai yang disalurkan ke Lembaga National Single Window (LNSW). Shafira/detikcom
Barang-barang ilegal itu diketahui berasal dari berbagai negara seperti China, Prancis, Vietnam, Arab Saudi, Korea Selatan, dan Malaysia. Proses masuknya barang dilakukan dengan memanfaatkan celah sistem impor nasional. Shafira/detikcom
Anggota Komisi VI DPR RI Darmadi Durianto mengungkap adanya modus “ganti baju”, di mana pelaku menggunakan nama perusahaan atau identitas berbeda untuk menghindari pengawasan. Beberapa bahkan memakai nama WNI untuk menyamarkan kegiatan ilegalnya. Shafira/detikcom