Pergerakan Dibatasi, Pengusaha Rokok Teriak

Pergerakan Dibatasi, Pengusaha Rokok Teriak

Angga Aliya ZRF - detikFinance
Sabtu, 08 Jan 2011 12:01 WIB
Pergerakan Dibatasi, Pengusaha Rokok Teriak
Jakarta - Industri rokok baik golongan besar, menengah maupun kecil saat ini tengah resah terhadap pengaturan rokok. Pasalnya, pemerintah akan menerbitkan peraturan turunan atas UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

“Pengaturan yang akan diterbitkan itu sangat eksesif mengebiri industri rokok. Karena itu industri rokok merasa resah,” kata Ketua GAPPRI (Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia), Ismanu Soemiran, dalam siaran pers yang diterima detikFinance, Sabtu (8/1/2011).

GAPPRI bersama PT Djarum, PT Gudang Garam Tbk, dan PT HM Sampoerna Tbk dihadirkan pihak Pemerintah dalam sidang uji materi Pasal 113 ayat 2 UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan di MK atas pemohon Bambang Sukarno.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dalam draft RPP tentang Tembakau yang tengah disusun sebagai turunan atas UU Kesehatan, diatur pembatasan kandungan sampai ke zat-zat tambahan, ketentuan gambar korban rokok dalam kemasan, dan pembatasan ruang rokok yang super ketat. Padahal dalam PP 19 Tahun 1999 telah diatur. “Ini tumpang tindih,” katanya.

Zat-zat tambahan seperti pemanis, saos, dst, misalnya, kata Ismanu, ibarat bumbu dalam masakan. “Itu tidak berbahaya. Justru ini ciri khas rokok kretek asli Indonesia yang berbeda dari rokok asing. Jadi draft pengaturannya copy-paste dengan yang dilakukan LSM-LSM luar negeri,” tegasnya.

Menurut Ismanu, dengan restriksi yang super ketat terhadap skala produksi dan pola konsumsi yang masuk ke wilayah personal menjadikan nasib bisnis rokok makin terancam. Ia menengarai banyak kelompok LSM dengan biaya asing yang sangat besar memaksakan kehendak ke badan-badan Pemerintah untuk mengebiri industri rokok melalui regulasi yang sangat ketat dan tidak masuk akal.

“Memang frasenya pengamanan, tapi prakteknya bisa penggerusan. Ada kepentingan asing bermain di sini. Kelompok-kelompok ini harusnya menyadari,” ujarnya.

Ismanu mengungkapkan, setiap tahun industri rokok menyumbang pendapatan puluhan triliun rupiah. Tahun 2010, cukai rokok yang disumbang mencapai lebih dari Rp 60 triliun, belum termasuk PPN rokok, pajak penghasilan badan dan PPh karyawan.

“Seandainya pemasukan negara atas cukai rokok dikumpulkan, jumlah itu cukup untuk membayar utang negara kita. Ini angka yang luar biasa dibanding pemasukan perusahaan tambang emas di Papua yang hanya Rp 20 triliun per tahun,” tambah Ismanu.

Dalam sidang dengan nomor perkara 19/PUU-VIII/2010 tersebut, selain menghadirkan saksi industri rokok, Pemerintah juga menghadirkan wakil petani tembakau, artis Rima Melati dan Fuad Baraja, serta beberapa saksi lain.

 

(ang/ang)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads