Harga Kapas Masih Fluktuatif, Industri Tekstil Tahan Harga

Harga Kapas Masih Fluktuatif, Industri Tekstil Tahan Harga

Feby Dwi Sutianto - detikFinance
Senin, 04 Apr 2011 11:47 WIB
Jakarta -

Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) menyatakan adanya penurunan harga kapas belakangan ini masih bersifat sementara. Harga kapas untuk kebutuhan industri diperkirakan akan merayap kembali sejalan masih tingginya permintaan kapas dunia terutama dari industri pemintalan di China

Hal ini disampaikan oleh Ketua Umum API Ade Sudrajat saat dihubungi detikFinance, Senin (4/4/2011)

Ade sangat pesimistis penurunan harga kapas akan berlanjut, sehingga ia memastikan tak akan berpengaruh pada harga hasil olahan kapas seperti tekstil maupun garmen.

Ia juga mengatakan penurunan saat ini untuk harga pengiriman bulan Juni-Juli 2011, itu pun belum bisa dipastikan akan mengurangi biaya produksi industri pemintalan di dalam negeri.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Trennya akan tetap naik, karena barangnya kurang, karena dari beberapa supplier yang janji akan mengirim Maret, ternyata baru bisa kirim Juli-Agustus," katanya.

Menurutnya  harga kapas memang sudah turun yaitu menembus sekitar  US$ 1,9 per pound, padahal beberapa pekan lalu harga kapas sempat tembus US$ 2,2 pound. Permintaan tambahan kapas dari China dipastikan akan mengerek kembali harga kapas di bulan-bulan mendatang.

"Ini lagi demam saja jadi turun, tapi kalau China bergerak lagi harga kapas akan naik lagi," jelas Ade.

Dikatakannya saat ini di China sedang terjadi kelesuan atau perlambatan diproduksi pakaian jadi (garmen) di China.

Penyebabnya terjadi turnover tenaga kerja hingga 35% di sektor garmen China. Selain itu upah buruh yang terus naik, menjadikan para pemilik pabrik di China dihadapi persoalan biaya tenaga kerja.

"Kapasitas produksi China untuk mesin pemintalannya  20 kali lipat dari kita, Indonesia hanya 8 juta mesin, mereka itu sampai 120 juta," katanya.

Ade juga menambahkan tren harga kapas yang masih tinggi telah terjadi tren para petani jagung dan kedelai yang beralih jadi penanam kapas. Ia  mengkhawatirkan jika ini terus berlanjut dikhawatirkan akan terjadi turunnya produksi jagung dan kedelai di dalam negeri.

"Harga kapas yang sekarang menggila, membuat petani pangan jagung dan kedelai pindah ke kapas. Gambarannya saja harga kapas sempat sampai US$ 4 per kg padahal dahulu cuma US$ 1,8 per kg," katanya.

(hen/ang)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads