"Tahun ini textile akan ada investasi baru US$ 400 juta," kata Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), yang juga sebagai Ketua Textile ASEAN, Ade Sudrajat di JCC, Senayan, Jakarta (11/5/2011).
Dua pabrik pengolah serat kain akan berdiri di Purwakarta. Sementara sisanya, pemintal benang berlokasi di Balaraja, Tangerang. "Dua itu dari asing, yang satu lokal," tambah Ade.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia menambahkan, industri TPT Indonesia tengah bangkit kembali. Dimana porsi perdagangan Indonesia telah meningkat menjadi US$ 11 miliar per tahun dari total perdagangan industri textil dunia, US$ 700 miliar per tahun.
Perdagangan textile Indonesia sama dengan yang dicapai Vietnam. Sementara Thailand masih diurutan belakang dengan nilai berdagangan US$ 7 miliar per tahun.
Terkait tujuan ekspor produk Textile, Ade mengaku Cina saat ini merupakan pasar potensial. Pasalnya, penduduk Cina terus berkembang dan tingkat ekonomi masyarakat di sana meningkat.
Atas dasar ini, Cina membutuhkan banyak produk-produk konsumsi yang salah satu diantaranya adalah pakaian (sandang).
"Pasar di sana kebih bagus. Kita konsentrasikan saja. Kalau AS dan Eropa tetap ada, dan disana sudah ada jalan atau networknya. Cina juga membeli barang dengan harga lebuh tinggi, dengan produk-produk branded yang kita kirim ke sana," tutur Ade.
Berdasarkan catatan API, volume perdagangan textile Indonesia ke Cina naik signifikan. Dari tahun 2009 sebesar US$ 900 juta, lalu berkembang menjadi US$ 1,6 miliar.
Meski volume ekspor meningkat, namun perdagangan diantara Indonesia-Cina masih defisit US$ 900 juta. Walau defisit, hal ini tidak menjadi kekhawatiran pelaku industri textile.
"Impor dari Cina kan tidak dikonsumsi seluruhnya di dalam negeri, tapi re-ekspor. Defisit dengan Korea justru lebih besar, sekitar US$ 1,2 miliar," imbuhnya.
(wep/ang)