Larangan ekspor sapi hidup oleh Australia secara langsung memukul industri penyamakan kulit dalam negeri. Kelangkaan bahan baku yang selama ini menghinggapi industri penyamakan, diperparah dengan adanya pelarangan ekspor sapi.
Hal ini disampaikan oleh Pemilik PT Baskara, Senjaya Herlina kepada detikFinance, Jumat (24/6/2011).
"Sekarang ini kurang bahan baku, bahan baku kulit sangat-sangat krisis kekurangan bahan baku. Apalagi adanya larangan ekspor sapi Australia itu tambah berkurang, ada sebagian pabrik penyamakan pakai kulit sapi luar, jadi tambah berkurang," katanya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Itu karena permintaan besar tetapi suplai terbatas," ucapnya.
Saat ini harga kulit (basah) sudah naik dari Rp 16.000 per kg menjadi Rp 20.000 per kg. Ia menambahkan kenaikan ini dipicu naiknya harga sapi, rata-rata harga sapi hidup telah naik Rp 500.000 sampai Rp 1 juta per ekor.
"Akibatnya produk hilir atau produk jadinya seperti sepatu, sandal dan tas, ada juga kenaikan secara otomatis," imbuhnya.
Menurutnya industri penyamakan kulit di dalam negeri membutuhkan paling tidak 5 juta ekor sapi dan 25 juta ekor kambing per tahun. Namun selama ini hanya terpenuhi 2 juta ekor sapi.
"Sisanya impor dari sapi luar dan kulit jadi, itu belum cukup. Sekarang ini impor terjadi hambatan izin impor susah di karantina seperti pemeriksaan penyakit," katanya.
Industri penyamakan kulit di Indonesia tercatat kurang lebih 200 pabrik. Kapasitas produksi mencapai 250 juta kaki kubik per tahun, namun yang tersedia hanya 100 juta kaki kubik. (hen/ang)











































