Demikian disampaikan Noval Jamalullail, selaku Ketua Umum Asosiasi Pabrik Kabel Listrik Indonesia (APKLI) di Hotel Grand Hyatt, Jakarta, Senin (11/7/2011).
''Jadi pertumbuhan ini seiring proyeksi pemerintah sejak tahun lalu terkait 10.000 MW Tahap I,'' katanya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu muncul permintaan untuk kebutuhan infrastruktur telekomunikasi, jaringan gas, perkeretaapian, serta kebutuhan rumah tangga.
''Sekarang kita lebih pasok ke dalam negeri ketimbang ekspor. Planning PLN gila-gilaan, tahun depan mereka tinggi sekali kebutuhannya, kabel tegangan menengah dibutuhkan sampai 1.200 km,'' jelas Noval.
Pihak pabrikan sendiri sudah membuat beberapa kontrak panjang untuk memenuhi kebutuhan BUMN listrik tersebut.
''Produksi kita pun naik, khusus untuk alumunium kira-kira tahun ini sudah mencapai lebih dari 150 ribu ton. Tahun lalu sudah mencapai 140 ribu ton. Untuk tembaga mencapai 300 ribu ton,'' lanjutnya.
Kata Noval, semenjak meningkatnya permintaan, beberapa pabrik kabel listrik yang tergabung dalam APKLI melakukan ekspansi untuk peningkatan produksi.
''Maka itu, tahun ini sangat signifikan sekali. Tapi, bicara keuntungan saya tidak hafal pastinya, yang pasti margin kita di bawah 10%. Kita sudah ada product sharing contract,'' tambah Noval.
Dirinya hanya menjelaskan, keuntungan yang diterima hanya diambil dari harga bahan mentah yang ditambah dengan biaya produksi serta margin yang ada.
''Bisa dihitung, dengan tinggal dikali produksi alumunium 150 ribu ton dengan harga alumunium per ton US$ 2.600. Tambah 20%-30% biaya tambahan. Kalau tembaga produksi diperkirakan naik sampai 300 ribu ton dengan harga rata-rata US$ 9.600 per ton.
Dirinya melanjutkan, akibat permintaan kabel bertambah, maka kapasitas produksi yang dibutuhkan bertambah 20%. Untuk alumunium dari tahun lalu sebanyak 140 ribu ton menjadi 150 ribu ton. Sedangkan tembaga membutuhkan 300 ribu ton.
(nrs/ang)











































