Ampuhnya 'Mantra' Toilet Made in USA

Manufaktur AS Pulang Kampung (1)

Ampuhnya 'Mantra' Toilet Made in USA

- detikFinance
Jumat, 27 Sep 2013 09:55 WIB
Jakarta - Jim Morando pernah berjibaku menghadapi China yang membanjiri pasar Amerika dengan ubin plastik, lantai kayu, dan kerai jendela. Tapi kini, di perusahaannya yang baru, Morando mempunyai tugas lain, mempertahankan produksi di Amerika Serikat dan tak ikut-ikutan ke China.

Morando baru saja ditunjuk sebagai presiden di Mansfield Plumbing, perusahaan toilet terbesar di Amerika Serikat. Perusahaan ini memiliki tiga pabrik besar di Amerika Serikat dan Morando percaya bahwa label “Made in America” masih menjadi 'mantra' yang kuat dalam menarik konsumen.

Perusahaan ini mengucurkan US$ 9 juta untuk meningkatkan kapasitas pabriknya di Perrysville, Ohio, sebesar 50 persen. Menurut Morando, dengan meningkatkan kapasitas pabrik di dalam negeri, Mansfield bisa mengirimkan barang ke konsumen secara lebih cepat dan lebih cepat merespon preferensi konsumen.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

“Dan tentu saja bisa mencantumkan label “Made in U.S.A”, yang lebih menarik bagi konsumen,” kata Morando.

Langkah ini kemudian diikuti oleh perusahaan toilet lainnya. Toto, meski berasal dari Japan, telah mengurangi pengapalan lintas Pasifik dan lebih memusatkan manufakturnya di Amerika Serikat dan Meksiko untuk penjualan di Amerika Utara.

Toto sedang menginstal mesin pengecoran yang baru, untuk meningkatkan kapasitas pabriknya di Morrow, Georgia, sampai 5 persen.

Adapun American Standard Brands, yang telah dibeli tahun ini oleh Lixil Corp dari Japan, tengah menginstal alat pembakaran porselen baru dan memperbarui suku cadang lainnya di pabriknya di Nevada, Missouri, untuk mendongkrak kapasitas sebesar 5-10 persen.

Apa yang terjadi di manufaktur toilet ini sebetulnya adalah gambaran mikro akan apa yang sedang terjadi di Amerika Serikat secara keseluruhan. Sebuah studi yang digelar oleh Boston Consulting Group mendapati bahwa banyak manufaktur akan mengembalikan produksinya ke Amerika Serikat.

Sebanyak 54 persen perusahaan manufaktur dengan penjualan lebih dari US$ 1 miliar, berencana mengembalikan beberapa produksinya dari China ke Amerika Serikat. Sedangkan yang sudah mulai melakukannya telah mencapai 21 persen pada tahun ini.

Studi itu dilakukan pada lebih dari 200 orang pengambil keputusan di sejumlah perusahaan dari berbagai macam industri. Perusahaan ini mempunyai pabrik di Amerika Serikat dan di luar negeri, serta menjual produknya di Amerika Serikat dan di luar negeri.

Mereka beralasan memindahkan operasinya kembali ke Amerika Serikat lantaran upah buruh di Amerika kian kompetitif, kedekatan dengan konsumen, kualitas produk, buruh yang lebih trampil, dan ongkos transportasi lebih rendah.

Selama dua dekade terakhir, banyak perusahaan yang memindahkan pabriknya ke negeri yang rendah upah buruhnya, seperti China, Bangladesh dan Meksiko. Mulai dari baju sampai komputer yang dipakai di Amerika Serikat kebanyakan diproduksi di luar negeri.

Tapi upah buruh di China makin mahal dan ongkos pengapalan juga naik. Akhirnya, para eksekutif di industri itu melihat bahwa produksi di Amerika Serikat adalah alternatif yang lebih baik.

Kalaupun mereka tak membangun pabrik baru, paling tidak mereka meningkatkan kapasitas pabriknya di lokasi yang berdekatan, seperti di Meksiko, ketimbang pabrik di China, demi mengurangi ongkos pengapalan. “Hari-hari perburuan tenaga kerja yang murah di seluruh dunia sudah hampir tamat,” kata William Strang, yang memimpin divisi operasi Toto di Amerika.

Tapi kabar ini juga menyertakan kabar kurang baik. Meski manufaktur kembali ke kampung halaman, kebanyakan mereka mulai mengoptimalkan mesin ketimbang tenaga manusia. Seperti yang terjadi di sejumlah perusahaan tekstil di South Carolina.

Alih-alih mempekerjakan lebih banyak orang, perusahaan-perusahaan tekstil di sana memperbarui produksi tekstilnya dengan bantuan mesin dan sedikit tenaga manusia. Fenomena ini dikenal dengan istilah “Produksi Lebih Banyak, Pekerja Lebih Sedikit”.

(DES/DES)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads