Ini Proses Membuat Kayu Menjadi Legal

Perdagangan Kayu Halal

Ini Proses Membuat Kayu Menjadi Legal

- detikFinance
Kamis, 23 Jan 2014 12:37 WIB
Jepara - Satu per satu produsen dan eksportir produk kayu Indonesia menerapkan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK), terutama bagi mereka yang beorientasi ekspor. Bagaimana tahapan untuk mendapatkan SVLK itu?

SVLK diterbitkan oleh 14 lembaga survei dan sertifikasi yang mendapatkan akreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional. Perusahaan yang mengajukan SVLK boleh memilih dari 14 perusahaan tersebut untuk memproses penerbitan SVLK.

SVLK bukan hanya berlaku untuk para pelaku ekspor saja. Tapi mulai dari hulu sampai hilir, produk tersebut harus memiliki dokumentasi legal. Hulu berarti bahan baku kayu yang didapat harus legal atau bukan dari penebangan liar. Penebang harus memiliki dokumen resmi atau izin penebangan. Izin mereka dapatkan dari dinas kehutanan atau dari pemerintah daerah setingkat kepala desa, tergantung dari jenis hutan yang ditebang. Apakah hutan rakyat atau hutan milik pemerintah.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Setelah itu, distribusi dari bahan baku ke saw mill atau tempat penggergajian pun harus memiliki izin. Perusahaan atau orang yang menggergaji pun adalah perusahaan yang berhak atau bersertifikat SVLK.

Izin penggergajian didapat dari 3 instansi, tergantung dari pengajuan. Untuk 0-2.000 meter kubik, izin dikeluarkan oleh pemerintah kabupaten/kota, 2.000-6.000 meter kubik dari pemerintah provinsi, sedangkan 6.000 ke atas didapat dari Kementerian Kehutanan. Izin tersebut dinamakan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu.

Dari proses penggergajian kayu dikirim ke perusahaan untuk diproses lebih lanjut. Pengiriman atau distribusi harus disertai Faktur Angkutan Kayu Olahan yang diterbitkan dari jasa penggergajian.

Perusahaan yang dimaksud pun bukan perusahaan sembarang. Dia harus memiliki legalitas perusahaan. Di antaranya mencakup Izin Usaha Industri dari Dinas Perindustrian, dan Surat Pernyataan Pengelolaan Lingkungan, dari Dinas Lingkungan Hidup dan aspek lainnya.

"Biayanya beda-beda. Itu kebijakan Pemda itu," kata Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Permebelan dan Kerajinan Indonesia (Asmindo) Indrawan di Jepara, dikutip Kamis (23/1/2014).

Secara prinsip, kayu legal harus memenuhi 4 aspek yaitu kayu yang dipanen secara legal, kayu yang diangkut atau dipindahtangankan secara legal, kayu yang diproduksi secara legal, dan kayu yang dipasarkan secara legal.

"Dari hulu sampai hilir itu prosesnya memenuhi aturan yang berlaku di Indonesia," kata pihak WWF Indonesia Aditya Bayunanda.

Semua aktivitas tersebut harus memiliki dokumen resmi, untuk mencegah kayu tersebut menjadi ilegal. Di perusahaan legalitas SVLK terbagi menjadi 4 tahapan. Yakni legalitas perusahaan, legalitas bahan baku, legalitas ketenagakerjaan, dan legalitas ekspor.

Untuk legalitas perusahaan, terbagi menjadi beberapa turunan. Pada intinya, perusahaan tersebut memiliki izin resmi menjalankan industri. Contohnya seperti Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP), Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal), akta pendirian perusahaan dan aspek perizinan lainnya.

"Legalitas bahan baku seperti dokumen jual beli atau kontrak bahan baku, berita acara serah terima bahan baku, nota angkutan," kata Haryono, Manager Cambium Furnitur, pengekspor furnitur asal Jepara.

Aspek ketiga adalah legalitas ekspor, di mana di situ disebutkan harus disertai dokumen penjualan yang mencakup invoice, packing list dan aspek lain.

Persoalan ketenagakerjaan pun menjadi perhatian dalam SVLK. Industri harus mengedepankan prinsip K3 yakni Kesehatan, Keselamatan, Kerja, juga ketersediaan peralatan kerja.

Secara singkat alur proses pekerjaan industri yang memiliki SVLK adalah Pembelian kayu (Berita acara Penerimaan - Faktur Angkutan Kayu Bulat - Tanda Terima (surat resmi) dari perhutani) - Jasa Penggergajian (Faktur Angkutan Kayu Olahan, pencatatan) - Proses Produksi - QC - Logistik - Amplas - Packing - Ekspor.

(zul/dnl)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads