Kisah Bisnis Malaysia Airlines, Nyaris Bangkrut Sampai Rugi Rp 3 Triliun

Kisah Bisnis Malaysia Airlines, Nyaris Bangkrut Sampai Rugi Rp 3 Triliun

- detikFinance
Rabu, 12 Mar 2014 12:24 WIB
Jakarta -

Maskapai penerbangan nasional Malaysia yaitu Malaysian Airlines (MAS) masih sibuk mencari pesawat Boeing 777-200 ER miliknya yang hilang sejak Sabtu, saat terbang dari Kuala Lumpur ke Beijing. Maskapai ini secara bisnis sudah lama goyang.

Dalam 3 tahun berturut-turut ini, MAS mengalami kerugian yang cukup besar, dan tertinggi terjadi di 2011 dengan kerugian 2,5 miliar ringgit atau sekitar Rp 7,5 triliun.

Kemudian di 2012, MAS mengalami kerugian sebesar 433 juta ringgit atau sekitar Rp 1,3 triliun. Karena kerugian yang besar dalam 2 tahun berturut-turut ini, MAS pernah disarankan untuk menyatakan bangkrut secara korporasi. Namun ternyata, maskapai ini terus beroperasi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hasilnya, pada tahun 2013 lalu, MAS mengalami kerugian hingga 1,17 miliar ringgit atau sekitar Rp 3,5 triliun. Kerugian ini naik 3 kali lipat dari kerugian di 2012.

Dari data yang dikumpulkan detikFinance, Rabu (12/3/2014), pelemahan nilai tukar ringgit terhadap dolar, serta mahalnya bahan bakar menjadi penyebab kerugian maskapai nasional Malaysia ini.

Pada 2013 lalu, maskapai ini memperoleh pendapatan 15,1 miliar ringgit, naik 10% dibandingkan 2012. Jumlah penumpang juga naik hampir 30%. Namun pengeluaran biaya maskapai ini naik 10% menjadi 14,9 miliar ringit di tengah tingginya harga bahan bakar.

Bahkan sejak 2006, menurut catatan detikFinance, maskapai ini telah mengalami kerugian 136,4 juta ringgit, dan harus memangkas 6.500 karyawannya.

Di kawasan, pada 2013 lalu, sejumlah maskapai penerbangan memang mengalami kinerja merah. Maskapai yang rugi paling parah tahun lalu adalah Thai Airways dengan nilai US$ 368 juta atau sekitar Rp 3,6 triliun.

Lalu diikuti oleh Malaysia Airlines dengan nilai kerugian sekitar Rp 3,5 triliun. Kemudian Qantas dengan nilai US$ 225 juta, dan Virgin US$ 84 juta.

Sementara maskapai yang masih untung tahun lalu adalah Singapore Airlines dengan keuntungan US$ 261 juta, diikuti Garuda Indonesia US$ 11 juta, dan Cathay Pacific US$ 3 juta.

Untuk Malaysia Airlines, pada 2013 lalu, otoritas Malaysia mengenakan denda kepada Malaysian Airlines dan AirAsia karena praktik usaha tidak sehat, dan tidak menerapkan kompetisi pada bisnis penerbangan.

Komisi Kompetisi Usaha Malaysia mengatakan dalam pernyataannya, dua maskapai penerbangan yang mendominasi di Malaysia ini harus membayar denda masing-masing 10 juta ringgit (US$ 3 juta) atau sekitar Rp 30 miliar.

Ini karena dua maskapai berkolaborasi mengintegrasikan rute-rute tertentu, sehingga tak ada kompetisi bisnis lagi. Total denda yang diberikan Rp 60 miliar.

Maskapai ini tengah dilanda peristiwa hilangnya kontak dengan Subang Air Traffic Control hari ini pukul 02.40 waktu setempat, atau sekitar 2 jam setelah lepas landas.

Pesawat ini lepas landas dari Kuala Lumpur pada Sabtu pukul 00.41 waktu setempat. Dijadwalkan pesawat ini sudah mendarat di Beijing, China pada pukul 06.30 waktu setempat, pada hari yang sama.

Pusat kendali udara China, seperti dikutip Xinhua menyatakan pesawat tersebut sama sekali tidak memasuki wilayah udara negara tersebut. Pesawat tersebut juga tidak melakukan kontak sama sekali dengan pusat kendali udara di China.

Namun dilaporkan, pusat kendali udara di Vietnam sempat mendeteksi keberadaan pesawat Boeing 777-200 tersebut di dalam wilayah udaranya. Pesawat tersebut memang menempuh jalur penerbangan melalui Semenanjung Indochina. Namun rupanya pendeteksian tersebut merupakan yang terakhir kali, karena setelah itu pesawat hilang kontak.

(dnl/ang)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads